Indonesia merupakan negara yang berpotensi menghasilkan SDM yang kreatif dan inovatif. Hal ini dapat kita lihat dari perusahaan yang terus berkembang di Indonesia diisi oleh anak negeri yang dapat menghasilkan produk yang diminati pasar luar negeri. Akan tetapi, banyak pula fresh graduate yang masih kebingungan menghadapi problem di lapangan karena disamping mempraktekkan keilmuan yang mereka miliki, mereka harus mengikuti manajeman perusahaan. Manajemen perusahaan tidak dapat dipisahkan dari interaksi dengan orang lain. Kita perlu berkomunikasi dengan orang lain untuk menghadapi interaksi dengan baik, salah satunya adalah coaching.
Coaching adalah sebuah proses interaktif yang dapat digunakan oleh pimpinan untuk mengatasi masalah-masalah kinerja atau untuk mengembangkan kapabilitas karyawan. Marilah kita ambil contoh dari pengalaman Fitri sebagai supervisor di sebuah perusahaan swasta yang memproduksi kain. Fitri adalah fresh graduate yang masuk ke dalam sebuah pabrik produksi dengan semangat membara.
Kebijakan perusahaan mengharuskan Fitri mengalami masa percobaan selama 3 bulan. Fitri belum punya jobdesk sehingga Fitri hanya berinisiatif melakukan hal-hal yang menurutnya penting untuk berkarir di perusahaan. Fitri memilih untuk melakukan observasi, berkenalan dengan operator mesin, maintenance dan kepala bagian di departemen tugas. Observasi membantunya mengukur tingkat kinerja orang-orang di sekitar.
Awalnya Fitri merasa diacuhkan karena tidak ada yang membimbingnya. Ia hanya dapat bertanya kepada manager jika tidak meeting. Fitri memilih terus berkeliling lapangan untuk mencari masalah dan solusi yang dilakukan operator. Fitri kadang melihat hal-hal yang harus diperbaiki, bagaimana pekerja saling berinteraksi, kelalaian operator terhadap APD (Alat Pelindung Diri) dan kondisi mental karyawan. Pada 3 bulan masa percobaan itulah Fitri mendapatkan hasil observasi dan beberapa hasil diskusi dengan operator yang ia tulis sebagai laporan masa percobaan pada HRD.
Setelah itu Fitri di angkat menjadi supervisor di departemen persiapan. Kata orang departemen itu bermasalah. Memang di bulan pertama menjabat, Fitri mendapatkan cobaan yang begitu besar dari operator karena Fitri memimpin 25 karyawan dengan umur rata-rata di atas 30 tahun. Tentu saja pengalaman mereka lebih banyak dari pada Fitri yang baru saja lulus kuliah.
Pada suatu hari Fitri menemui masalah mengenai beam yang tidak dibersihkan sebelum dipakai. Hipotesis Fitri adalah orang yang akan memulai proses menggulung benang itu tidak mau membersihkannya. Selanjutnya Fitri bertanya dengan operator, apakah betul begitu.
“Kenapa beam turun dari creel mesin kanji selalu ada benang sisa ya?”, Fitri mulai dengan pertanyaan terbuka.
“ltu karena proses awal menggulung benang di mesin tidak langsung dihitung cut mark-nya mbak, karena awal penggulungan benang sering putus”
“Apa tidak ada yang bertanggung jawab terhadap benang yang seharusnya jadi waste itu?” “ltu karena operator mesin kanji tidak membersihkannya mbak, mereka malas membersihkannya”, Jawab salah satu operator mesin hani.
Selanjutnya Fitri mencari tahu ke operator kanji, jawabannya pun sebelas duabelas, mereka menyalahkan operator mesin hani yang tidak mau membersihkan sebelum proses menggulung.
Awalnya Fitri bingung, sebenarnya siapa yang bertanggung jawab, lalu ia menanyakan ke atasannya.
Gb. Penggulungan benang di beam hani
“Sebenarnya benang sisa itu ditarik oleh operator kanji saat doffing, tapi kan panjang benang sisa itu berbeda-beda jadi terkadang ada yang masih tersisa di beam hani”.
“Lalu bagaimana Pak?”
“Dulu itu tanggung jawab operator mesin hani, tapi sekarang operator mesin hani malas membersihkan sehingga operator mesin kanji yang tahu konsekuensinya segera menyelesaikan masalah itu sendiri”. Bapak Kepala Bagian itu menjelaskan lebih lanjut bahwa sudah lama ia tak punya bawahan sehingga masalah dalam lapangan sering terbengkalai. la lebih sibuk planning rencana order. Fitri minta izin untuk mengatasi hal itu.
Ternyata operator mesin hani merasa lepas tanggung jawab terhadap kebersihan beam karena sudah ditangani oleh operator mesin kanji, padahal hal itu salah. Operator mesin kanji seharusnya lebih fokus terhadap mesin yang dijalankannya, karena salah sedikit bisa fatal akibatnya.
Fitri mencari tahu mengapa operator mesin hani tidak melakukannya.
“Saya kemarin sudah tanyakan masalah beam itu mbak, kata pak Kabag, dulu operator hani yang bertanggung jawab atas kebersihan beam ini mbak, apa itu benar?”, Fitri mulai dengan menanyakan kebenaran.
“Iya Sih mb, tapi itu dulu”, sahut ketua regu operator mesin hani dengan tegas.
“Hmm, kira-kira kalau hal ini kita mulai lagi bagaimana mbak? kan tahu sendiri operator mesin kanji akan mengalami masalah saat doffing jika beam-nya tidak bersih”, bujuk Fitri meyakinkan.
“Apa itu tidak merepotkan? kerjaan saya sudah banyak mbak, masukin benang ke sisir saja sudah makan waktu lama”, tukas ketua regu operator itu dengan wajah tidak suka.
“Coba mbak dipikirkan dulu, apa mbak suka departemen kita terus di complain bagian tenun karena benang sering putus? Kita harus menyingkirkan masalahnya satu per satu, salah satunya perbedaan tegangan akibat benang sisa di beam yang tidak di bersihkan”, Fitri mulai memperjelas dengan ilmu yang ia dapat di bangku kuliah.
“Apakah operator akan setuju mbak?”, wajahnya terlihat ragu. Ketua regu ini merasakan tekanan emosi dalam mendelegasikan tugas kepada orang lain. Kemungkinan ini adalah emotional aspec yang perlu ditangani secara tersendiri.
“Tenang saja mbak nanti akan saya bantu”, Jawab Fitri optimis.
“Saya Sih ikut peraturan saja mbak, tapi pisau untuk membersihkannya sudah hilang, Dulu pisau itu sering diambil oleh operator pengisi bahan baku di creel, pisaunya dikembalikan tapi dalam keadaan lengket bekas lakban, kadang malah tidak dikembalikan”, Tutur operator itu sambil mengingat masa
Pada tahap ini Fitri mulai melakukan guide, yaitu memandu individu dalam perjalanan present state (kondisi sekarang) menuju desired state (kondisi yang diinginkan). Fitri meyakinkan operator mesin hani bahwa beam dengan kondisi tidak dibersihkan akan merugikan operator mesin kanji dan menurunkan kualitas kekuatan benang pada saat di tenun akibat mengalami perbedaan tegangan benang.
Akar masalahnya sudah ditemukan,. Fitri berinisiatif untuk memperbaiki hal ini dengan coaching sederhana yang dilakukan kepada 3 ketua regu mesin hani, yaitu shift pagi, siang dan malam. Fitri melakukan pemanggilan bergilir dengan duduk tatap muka tanpa dihalangi oleh meja karena ia ingin melihat respon non-verbal dari masing-masing ketua regu.
Pertama, Fitri menjelaskan kondisi beam yang kotor akan mengganggu proses doffing di mesin kanji sehingga akan menyulitkan operator dalam memberikan cut mark ink pada benang. Kedua, operator mesin kanji kadang tertipu atas kondisi beam, mereka mengira masih ada benang di beam hani, padahal sudah habis. Benang yang dilihat itu adalah gulungan benang sisa yang tidak dibersihkan. Ketiga, Secara teori jika ketinggian gulungan tidak sama maka tegangannya akan berbeda, ini akan bermasalah ketika sampai proses menenun. Keempat, jika operator mesin hani tidak membersihkannya maka benang sisa tadi akan terus menerus menumpuk di beam.
Dari keempat poin tersebut Fitri menjelaskan bahwa pembersihan benang sisa oleh operator mesin hani akan dimulai lagi karena ia sudah membuat permintaan ke gudang untuk pisau (cutter) yang akan dibagikan kepada 3 set mesin hani dan 3 operator pengisi bahan baku di creel (shift pagi, siang, malam). Pada pisau sudah ditandai nama pemiliknya sehingga tidak mungkin tertukar. Jika pisau hilang maka operator harus menggantinya dengan uang pribadi dan jika isinya sudah habis maka dapat mengajukan permuntaan ke gudang untuk isi
Gb. Pisau (Cutter)
Pada tahap ini Fitri sudah melakukan coach sekaligus menjadi teacher (pengajar), yaitu fokus kepada memaksimalkan sumber daya individu/kelompok supaya dapat berperilaku efektif. Fitri menjelaskan sebab dan akibat agar ketua regu dapat berfikir rasional. Disamping itu, ia menjelaskan cara melakukan suatu aktivitas dan mencapai kinerja maksimal.
Rencana tersebut sudah berjalan dengan baik karena masing-masing ketua regu sudah menyampaikan secara detail kepada operator-operator mesin hani dan operator pengisi bahan baku di creel. Fitri terkadang berangkat lebih pagi atau pulang lebih akhir untuk membantu membersihkan benang sisa dari beam dengan pisau pribadinya.
Pada tahap ini Fitri telah menunjukan peran sebagai mentor untuk memberi inspirasi kepada individu/kelompok untuk terus menerus mengembangkan unconscious competence dan menemukan inner mentor melalui resonansi nilai-nilai, keyakinan dan intense pribadi. Ia menginspirasi dengan hadir sepenuhnya dan aktif mendengarkan.
Di awal tahap perbaikan memang perlu memancing ketua regu untuk melakukan pendelegasian tugas.
“Apakabar mbak, apakah rencana kita berjalan dengan baik?”, Tanya Fitri dengan sopan
“Masih ada operator yang tidak mau menerimanya mbak, katanya ribet dan buang-buang waktu saja”, Sambil menyeka keringatnya.
“Lalu apa yang selanjutnya mbak lakukan terhadap orang itu?”, Fitri tidak langsung menunjukkan caranya, sebagai coach tugasnya adalah memprovokasi ketua regu untuk berfikir kreatif.
“Saya akan memberi contoh untuknya dan memberi tahu pekerjaan itu sudah dikerjakan di shift lain, mungkin ia akan merasa malu terhadap perilakunya selama ini mbak”, sambil menggaruk kepala.
“Bagus, saya percaya mbak dapat melakukannya. Mbak percaya diri juga, kan?”
“Saya coba”.
Pada tahap ini Fitri sudah bertindak sebagai sponsor, yaitu mempercayai dan menghargai individu/kelompok yang disponsorinya sebagai pribadi yang spesial dan memiliki keunikan tersendiri.
Karyawan yang bekerja di bawah pimpinan yang selalu memberikan sponsorship positif akan merasakan eksistensi, perhatian, perasaan nyaman dan diterima.
Fitri sering mengontrol aktivitas di ruang produksi sambil berinteraksi dengan karyawan. la meyakinkan pada mereka bahwa pekerjaan merupakan salah satu ibadah untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan Tuhan. Pekerjaan dengan rasa tegang dan merasa diawasi akan mempengaruhi Sisi emosional seseorang. Fitri menyadari hal itu, sehingga sambil bekerja ia menyisipkan perhatian dengan menanyakan kabar keluarga, menyisipkan candaan atau sekedar berdiskusi mengenai kesulitan yang mereka hadapi.
Pada tahap ini Fitri bertindak sebagai Awakener, yaitu membangkitkan seseorang dari “keadaan tertidur”, peran ini lebih menginspirasi individu/kelompok melalui integritas dan kesadaran diri yang telah dicapainya.
Fitri melatih kemampuannya untuk melakukan coaching sederhana dengan melalui proses Guide, Coach, Teacher, Mentor, Sponsor dan Awkener. Tahap demi tahap ini bukan hal yang mudah bagi seseorang yang baru Iulus kuliah dan langsung disuguhi beraneka ragam masalah di dalamnya. Akan tetapi dengan latihan dari masalah terkecil sekalipun di perusahaan maka skill itu akan terus terasah. Mungkin beberapa pengalaman yang kita alami di perusahaan pernah kita alami seperti di organisasi kampus, nah ini akan menjadi batu loncatan untuk memahami orang-orang disekitar kita
Setiap individu yang memiliki keinginan untuk bekerja pada suatu perusahaan perlu mendapatkan wawasan mengenai coaching. Coaching membantu diri sendiri dan orang Iain dalam mengembangkan karirnya. Tidak setiap orang dapat mencapai tingkat kualitas maksimal.
Menurut Prof. Rhenald Kasali, hal itu disebabkan tidak semua orang memiliki myelin atau muscle memory yang tepat untuk mencapai kesempurnaan perilaku tertentu. Sedangkan menurut NLP, orang hanya dapat mengembangkan keefektifan berperilaku sempurna apabila yang dilakukannya sesuai dengan level nilai-nilai dan keyakinannya. Coaching dapat membantu seseorang mencapai hal tersebut. Coaching dapat dipelajari sendiri atau lewat jasa coaching yang sering kita temui. Pada akhirnya coaching dapat menyatukan pemimpin berlatar belakang fresh graduate dengan karyawan yang memiliki pengalaman bekerja.
Penulis: Bilqisth Fitria