Indonesia sebagai negara di daerah tropis memiliki luas hutan kurang lebih 95 juta Ha (data tahun 2010), memiliki potensi hasil hutan yang sangat besar baik kayu maupun produk olahannya. Hingga saat ini, laju deforestasi di Indonesia mencapai angka 2,8 juta Ha/tahun (FAO, 2007) mendorong munculnya inisiatif untuk mendefinisikan standar legalitas kayu hingga pengembangan sistem verifikasinya. Proses ini dimulai sejak tahun 2002 dalam kerangka MoU Indonesia-Inggris.Memorandum ini mengawali berbagai kegiatan penyusunan standar legalitas kayu di Indonesia yang berlangsung melalui banyak tahap, dan melibatkan banyak pihak. pada tahun 2005 muncul beberapa inisiatif antara lain program FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) oleh Uni Eropa (UE), yang ”bergerak”di wilayah perdagangan kayu, yang kemudian ditindaklanjuti dengan adanya program persetujuan kemitraan sukarela (Voluntary Partnership Agreement, VPA). Pada tahun 2007 diselenggarakan pernyataan bersama antara Pemerintah Indonesia dengan Komisi Eropa untuk dapat memulai proses negosiasi VPA. Dengan menandatangani VPA, Indonesia akan memastikan bahwa kayu yang diekspor ke UE adalah kayu legal. Sementara UE akan bertanggung jawab dalam meningkatkan kapasitas dan melarang kayu illegal memasuki pasar UE. Serangkaian proses yang berlangsung bertujuan untuk menghasilkan standar yang diharapkan mampu memberi kepastian bagi semua pihak: pembeli, pemilik industri, pengusaha, penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat. Hal ini sangat pentinguntuk peningkatan efisiensi produksi dan kredibilitas kayu Indonesia di mata dunia, mulai dari penyusunan standar legalitas, adanya kelembagaan yang mengimplementasikan SVLK ( Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) (tata kelola (governing), akreditasi, verifikasi, lisensi, penyelesaian keberatan, dan pemantauan), hingga adanya prosedur verifikasi legalitas kayu yang mengatur tata hubungan dan tahapan pelaksanaan verifikasi legalitas kayu oleh masing-masing pihak.
Apakah SVLK atau TLAS itu?
Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) atau TLAS merupakan sistem verifikasi untuk memastikan pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sistem verifikasi legalitas kayu dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia seperti yang di atur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut –II/2009 Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak, Standard dan Pedoman Penilaian Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu. Peraturan menteri kehutanan ini juga dilakukan perubahan dengan terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.68/Menhut-II/2011 Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut –II/2009 Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak, Standard dan Pedoman Penilaian Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu
Mengapa SVLK ?
Sistem verifikasi legalitas kayu diterapkan di Indonesia untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Konsumen di luar negeri pun tidak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia. Para petani dari hutan rakyat dan masyarakat adat dapat menaikkan posisi tawar dan tidak perlu risau hasil kayunya diragukan keabsahannya ketika mengangkut kayu untuk dijual. Para produsen mebel yakin akan legalitas sumber bahan baku kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembelinya di luar negeri. Keberadaaan SVLK telah mendapat dukungan luas baik dari pihak pemerintah, swasta, asosiasi pengusaha kehutanan, perwakilan masyarakat adat, LSM kehutanan dan masyarakat adat, dan para perwakilan institusi pendidikan terkemuka di Indonesia, seperti IPB dan UGM.
Apa Manfaat SVLK?
- SVLK memberi kepastian bagi pasar di Eropa, Amerika, Jepang, dan negara-negara tetangga bahwa kayu dan produk kayu yang diproduksi oleh Indonesia merupakan produk yang legal dan berasal dari sumber yang legal.
- Memperbaiki administrasi tata usaha kayu hutan secara efektif.
- Menghilangkan ekonomi biaya tinggi.
- Pembinaan secara intensif oleh pemerintah.
- Peluang untuk terbebas dari pemeriksaanpemeriksaan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Tujuan dari adanya SVLK?
- Membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil sebagai salah satu upaya mengatasi persoalan pembalakan liar.
- Memperbaiki tata kepemerintahan (governance) kehutanan Indonesia dan untuk meningkatkan daya saing produk kehutanan Indonesia.
- Menjadi satu-satunya sistem legalitas untuk kayu yang berlaku di Indonesia.
- Menghilangkan wilayah abu-abu yang terbukti telah memunculkan ekonomi biaya tinggi dan mendorong munculnya pembalakan liar
- Mereduksi praktek pembalakan liar.
Ruang lingkup SVLK
Proses pemeriksaan SVLK meliputi pemeriksaan keabsahan asal usul kayu dari awal hingga akhir. Mulai dari pemeriksaan izin usaha pemanfaatan, tanda-tanda identitas pada kayu dan dokumen yang menyertai kayu dari proses penebangan, pengangkutan dari hutan ke tempat produksi kayu, proses pengolahan hingga proses pengepakan dan pengapalan. SVLK efektif diterapkan di seluruh tipe pengelolaan hutan di Indonesia : hutan alam produksi, hutan tanaman, hutan rakyat (hutan milik) maupun hutan adat. Baik yang berbasis unit manajemen maupun yang tidak berbasis unit manajemen (pemegang izin pemanfaatan kayu). Standar legalitas SVLK diterapkan di :
- Hutan negara yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan Swasta, termasuk di dalamnya pemegang IUPHHK Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman.
- Hutan negara yang dikelola masyarakat, termasuk di dalamnya : hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa, hutan adat, hutan tanaman rakyat (HTR).
- Hutan negara yang tidak berbasis Unit Manajemen, termasuk di dalamnya pemegang Izin Pemanfaatan Kayu.
- Hutan Hak/hutan rakyat/hutan milik dan areal non hutan.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.6/Vi-Set/2009 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produks Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu maka ruamg lingkup standar sebagai berikut:
- Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari pada Hutan Negara (IUPHHK-HA/HT/HTI)
- Standard dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu dari Hutan Negara (IUPHHK-HA/HPH, IUPHHK-HTI/HPHTI, IUPHHK-RE)
- Standard dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu dari Hutan Negara yang Dikelola oleh Masyarakat (IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKm)
- Standard dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu Pada IUIPHHK dan IUI Lanjutan
- Standard dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu dari Hutan Hak
- Standard dan Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu Bagi Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)
Siapa yang melakukan Pemeriksaan menggunakan SVLK?
Yang melakukan pemeriksaan terhadap para pelaku usaha adalah Lembaga Verifikasi yang telah memegang izin dan akreditasi dari Komisi Akreditasi yang berkedudukan di Departemen Kehutanan RI. Ketika melakukan tugasnya Lembaga Verifikasi wajib berpegang pada SVLK. Asesor yang turun ke lapangan pun harus yang telah teregistrasi. Lembaga maupun asesor yang tidak terdaftar oleh Komisi Akreditasi tidak berhak melakukan verifikasi menggunakan SVLK. Lembaga tersebut di antaranya: SUCOFINDO, SGS, MUTU AGUNG LESTARI, TUV R dan lain-lain.
Dimana saja SVLK diterapkan ?
SVLK diterapkan mulai dari sumber asal kayu di hutan hingga industri pengolahan kayu. Baik industri hulu maupun industri hilir. SVLK diterapkan untuk memastikan legalitas kayu di hutan negara (baik yang berbasis unit manajemen maupun pemegang izin pemanfaatan kayu), di hutan hak sampai di areal non hutan. SVLK juga meliputi pemeriksaan untuk pengangkutan di darat sampai pengapalan, pengolahan dan perdagangan kayu.
Wajib atau Sukarela ?
SVLK diterapkan secara wajib (mandatory) untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan hutan dan menjaga kredibilitas legalitas kayu dari Indonesia. Seperti halnya di atur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 64 Tahun 2012 bahwa ada 40 jenis produk berbasis kayu 16 di anataranya per 1 Januari 2013 wajib memiliki sertifikat SVLK sedangkan 14 yang lainnya per 1 Januari 2012. Bagi unit manajemen yang telah mendapatkan sertifikasi lacak balak (Chain of Custody/CoC) maka implementasi SVLK bersifat voluntary, karena unit manajemen telah memenuhi aspek keterlacakan asal usul kayu dan legalitas, bahkan lebih dari itu telah memenuhi asas kelestarian hutan.
Bagaimana prosedur SVLK ?
SVLK dilakukan secara wajib oleh Departemen Kehutanan. Pada tahun pertama pelaksanaannya SVLK, biaya verifikasi merupakan merupakan beban Departemen Kehutanan. Unit manajemen yang lulus verifikasi mendapatkan Lisensi Legalitas. Lisensi Legalitas hanya diberikan pada unit manajemen yang memenuhi semua indikator (fullcompliance). Lisensi Legalitas dikeluarkan oleh Komisi Lisensi yang berlaku selama 4 tahun dengan masa penilikan sekali dalam 2 tahun. Setelah 4 tahun unit manajemen kembali menempuh verifikasi untuk tetap menjamin legalitas kayu yang diproduksi. Unit manajemen yang belum dapat memenuhi indikator SVLK akan diverifikasi kembali oleh Lembaga Verifikasi setelah menyatakan kesiapannya tidak melebihi dari 6 bulan.
Secara keseluruhan proses verifikasi ini mempunyai 4 (empat) tahapan :
Tahap 1: Prapenilaian Lapangan
Merupakan pemeriksaan terhadap dokumen yang akan diverifikasi. Bila persyaratan dokumen yang diminta belum memenuhi ketentuan maka proses verifikasi tidak akan dilanjutkan sampai terpenuhinya persyaratan dokumen tersebut.
Tahap 2: Penilaian Lapangan dan Masukan Masyarakat
Penilaian lapangan dan masukan masyarakat berlangsung secara paralel, sebagai berikut :
2.1 Penilaian Lapangan
Merupakan proses pengumpulan dan analisis data/informasi lapangan berdasarkan kriteria dan indikator legalitas kayu.
2.2. Masukan Masyarakat
Merupakan bagian dari penilaian lapangan untuk mendapatkan data/informasi yang seimbang dari masyarakat berkenaan dengan pemenuhan legalitas Unit Manajemen/Unit Usaha Kehutanan yang sedang dinilai. Lembaga Verifikasi mengumumkan kesempatan bagi masyarakat/publik secara terbuka lewat media massa, atau media komunikasi lain. Informasi dari masyarakat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan laporan verifikasi.
Tahap 3: Evaluasi dan Pengambilan Keputusan
Lembaga Verifikasi mengevaluasi hasil keseluruhan proses berdasarkan kriteria dan indikator legalitas kayu melalui perbandingan kondisi aktual dan standar untuk melihat pemenuhan verifikasi beserta rekomendasi tindak lanjut. Tugas pengambilan keputusan verifikasi legalitas kayu dilakukan oleh Komisi Lisensi dan Pengembangan Standar.
Tahap 4: Hasil Penilaian Verifikasi legalitas kayu
Hasil penilaian verifikasi legalitas kayu diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu:
- Memenuhi
- Tidak memenuhi
Surveillance
Untuk menjaga kredibilitas ketetapan verifikasi, lembaga verifikasi menyelenggarakan kegiatan penilikan terhadap unit manajemen/UUK yang telah memperoleh Lisensi setiap 2 (dua) tahun sekali. Kegiatan penilikan dilakukan oleh suatu tim penilai lapangan yang diketuai oleh personil setingkat Penilai Lapangan Kepala. Penentuan anggota tim dan standar pelaksanaan penilikan akan diatur oleh lembaga verifikasi yang mengacupada Pedoman Penilikan (Surveillance) yang ditetapkan. Laporan hasil penilikan oleh LV disampaikan kepada BP untuk diumumkan secara terbuka sesuai dengan sistem mutu lembaga verifikasi yang bersangkutan.
Pengajuan Kembali Verifikasi bagi Unit Manajemen/UUK yang belum memenuhi.
Pengaturan pengajuan Lisensi bagi Unit Manajemen/Unit Usaha Kehutanan yang pernah dinyatakan belum memenuhi dalam proses verifikasi adalah sebagai berikut :
- Bagi yang tidak memenuhi persyaratan dalam proses penapisan, penilaian dilakukan dari tahapan penapisan;
- Bagi yang tidak memenuhi dalam tahapan evaluasi, proses penilaian tidak melaluiproses penapisan kembali, dengan syarat proses pengajuan verifikasi kedua tidak lebih dari 6 bulan.
Sumber: gsconsultindonesia.com