Industrial hygiene secara umum di definisikan sebagai usaha mengenali, mengevaluasi, mengontrol sumber bahaya terhadap kesehatan. Tahapan pertama dari proses atau usaha untuk menerapkan industrial hygiene adalah mengidentifikasi dan mengenali potensi sumber bahaya kesehatan ditempatkerja. Untuk melakukan hal tersebut diperlukan pengetahuan yang tentang proses dan bahan yang digunakan ditempat kerja. Tanpa pengetahuan yang baik tentang proses dan bahan maka akan sangat sulit untuk melakukan proses identifikasi potensi sumber bahaya ditempat kerja.
Ada tujuh (7) elemen penting yang harus diketahui dalam mengenali bahaya kesehatan, yaitu:
- Bahan baku/Intermediate/Finish Goods
- Proses
- Pola paparan
- Kontrol
- Bukti paparan
- Sumber Informasi
- Catatan / Record
1. Bahan baku/Intermediate/Finish Goods
Bahan baku/Intermediate/Finish Goods merupakan salah satu sumber dari bahaya kesehatan ditempat kerja. Semua bahan baku/Intermediate/Finish Goods yang digunakan harus diketahui dan dikontrol secara baik. Sebelum bahan baku digunakan maka harus diidentifikasi potensi bahaya yang dapat terjadi pada saat penyimpanan, transportasi dan proses produksi. Informasi tentang sifat-sifat fisik, kimia dan kesehatan dari bahan baku dapat diperoleh dari material safety data sheet (MSDS) dan technical information sheet dari bahan baku tersebut. Informasi tersebut juga bisa diperoleh dari berbagai literatur seperti chemical handbook, NIOSH pocket Guide, CRH Workshet, dsb. Jika diperlukan dapat dilakukan pengujian didalam laboratorium untuk memastikan spesifikasi dari bahan baku yang digunakan (incoming raw material check). Semua dokumen dan hasil analisa dari bahan baku yang digunakan harus disimpan secara baik dan mudah diakses oleh pekerja yang berkepentingan.
Material lain yang juga terdapat diarea kerja dan berpotensi menjadi sumber bahaya adalah product intermediate (produk antara). Produk antara adalah produk yang masih memerlukan proses lanjut untuk menghasilkan produk akhir (finished goods). Umumnya produk antara hanya disimpan dalam jangka waktu pendek menunggu proses selanjutnya. Meskipun hanya disimpan sementara namun bisa jadi produk antara memiliki bahaya yang berbeda dengan bahan baku dan produk akhir. Properties dari produk antara sangat tergantung dari proses yang dilakukan, apakah dilakukan proses reaksi kimia atau hanya pencampuran tanpa adanya reaksi kimia. Maka perlu dilakukan kajian dan analisis dari semua produk antara yang diperoleh selama proses produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk antara adalah:
- Metode penyimpanan
- Metode transfer dan penanganan
- Lama penyimpanan
- Penandaan (label)
Material akhir dari proses produksi adalah produk akhir (finished goods). Semua manufaktur berkewajiban melakukan kajian terhadap potensi bahaya kesehatan dari produk yang dibuatnya. Jika diperlukan harus dilakukan uji toxicology oleh laboratorium yang berwenang. Produk akhir yang diperuntukan untuk consumer market pada umumnya memiliki risiko bahaya kesehatan yang rendah, namun demikian tetap perlu dilakukan kajian dampak kesehatan untuk melindungi konsumen. Semua informasi bahaya kesehatan dari produk akhir harus dicantumkan didalam MSDS atau label packaging dari produk tersebut.
2. Proses
Metode atau bentuk proses produksi yang dilakukan dapat menimbulkan potensi bahaya kesehatan. Selama proses produksi, bahan baku akan mengalami perubahan fisik atau perubahan kimia atau kedua-duanya, hal ini sangat tergantung dari jenis proses yang dilakukan. Proses produksi dapat mempertinggi potensi bahaya kesehatan dari bahan baku yang digunakan karena adanya proses pengadukan, pencampuran, grinding, pelarutan, pemanasan, tekanan, pendinginan, reaksi kimia, dan sebagainya. Selama proses produksi bisa terjadi pelepasan uap atau gas-gas tertentu yang merupakan efek samping dari proses yang dilakukan. Informasi mengenai proses yang dilakukan adalah sangat penting untuk mengetahui potensi bahaya kesehatan yang dapat terjadi selama proses. Informasi dapat diperoleh dari laboratorioum R&D pada saat pengembangan produk atau bagian produksi pada saat scale up. Setiap tahapan proses produksi harus ditinjau dan dikaji untuk melihat potensi bahaya kesehatan dan diusulkan metode pengendaliannya untuk meminimalkan dampak kesehatan bagi pekerja.
3. Pola Paparan
Setelah kita mengetahui sumber-sumber bahaya kesehatan dari material dan proses, maka selanjutnya dilakukan kajian bentuk pola paparan dari sumber bahaya tersebut. Pola paparan umumnya tergantung dari bentuk penanganan dan proses yang dilakukan. Jika bahan baku cair dipindahkan dengan cara manual atau dituang, maka pola paparan bahaya kesehatan dapat melalui uap atau gas yang dilepaskan keudara dan terhisap oleh pekerja, bisa juga terkena kulit karena tumpah dsb. Untuk proses produksi dengan sistem tertutup (closed system), paparan bahan kimia terhadap pekerja sangatlah sedikit atau bisa tidak ada sama sekali. Namun proses dengan sistem terbuka memiliki potensi paparan yang jauh lebih tinggi. Paparan dari bahan baku seringkali terjadi pada pekerja bagian gudang, terutama saat melakukan penimbangan dan pemindahan bahan baku. Untuk sistem batch proses, paparan bahan kimia terhadap pekerja produksi seringkali terjadi pada saat memasukkan bahan baku kedalam vessel atau reaktor. Contoh paparan proses lain adalah paparan terhadap kebisingan, panas, dingin dan debu. Penentuan pola paparan sangat penting untuk menentukan sistem proteksi terhadap pekerja, misalnya dalam penyediaan APD. Jika paparan yang terjadi membahayakan sistem pernapasan, maka pekerja harus dilengkapi respirator, namun jika paparan mengancam mata karena percikan maka pekerja harus dilengkapi safety glasess, dst. Dalam menentukan pola paparan juga perlu diketahui berapa lama potensi terpapar dari setiap paparan yang ada, dan berapa batas paparan yang diijinkan (NAB) dari setiap material atau proses.
4. Kontrol
Setelah mengetahui pola paparan yang mungkin terjadi dari bahan yang digunakan dan proses yang dilakukan, maka dapat dikembangkan metode kontrol terhadap paparan tersebut. Metode kontrol yang diterapkan disesuaikan dengan pola paparan yang terjadi. Ada beberap metode kontrol yang sudah popular dan banyak digunakan, metoda ini dapat diterapkan satu atau lebih secara bersamaan tergantung dari beratnya paparan dan tingginya risiko yang ada. Metoda yang dapat dilakukan dalam mengendalikan paparan bahaya di tempat kerja untuk menurunkan dampak kesehatan, yaitu:
- Engineering control, yaitu dengan menambahkan berbagai peralatan dan mesin yang dapat mengurangi bahaya dari sumbernya. Contohnya adalah penggunaan exhaust dan system ventilasi untuk meminimalisir bahaya debu atau gas. Akan tetapi pengendalian dengan system engineering control membutuhkan dana yang besar.
- Administrative control, yaitu dengan membuat berbagai prosedur kerja termasuk kebijakan manajemen dalam implementasi K3. Tujuannya adalah agar pekerja bekerja sesuai dengan instruksi yang sudah ditetapkan sehinggan kecelakaan atau kesalahan kerja dapat dihindari. Termasuk didalam adminstarsi control yaitu dengan menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi setiap pekerja yang terpajan dengan bahaya di tempat kerja.
- Metoda lain yang dapat digunakan untuk pengendalian bahaya adalah Inherently Safer Alternative Method, dimana metoda ini memiliki empat strategi pengendalian bahaya, yaitu:
- Minimize; yaitu dengan cara meminimalkan tingkat bahaya dari sumbernya dengan cara mengurangi jumlah pemakaian atau volume penyimpanan dan proses.
- Substitue; yaitu dengan cara mengganti bahan yang berbahaya dengan yang kurang berbahaya. Contohnya hádala menggunakan metoda water base sebagai pengganti solven base. Water baselebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan solven base.
- Moderate; Mengurangi bahaya dengan cara menurunkan konsentrasi bahan kimia yang digunakan. Contohnya adalah menggunakan bahan kimia dengan konsentrasi yang lebih rendah sehingga tingkat bahaya pajanannya menjadi lebih rendah.
- Simplify; Mengurangi bahaya dengan cara membuat prosesnya menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah di control.
Semua metoda pengendalian tersebut dapat dilakukan secara bersamaan, karena tidak ada satu metodapun yang betul-betul bisa menurunkan bahaya dan resiko sampai pada posisi nol, artinya para pekerja masih besar kemungkinanya terpajan terhadap bahaya ditempat kerja. Untuk itu sebagai pertahanan dan perlindungan terakhir bagi pekerja adalah dengan menggunakan APD.
5. Bukti Paparan
Bukti paparan diperlukan untuk lebih meyakinkan dan akurat dalam menentukan sistem kontrol terhadap paparan. Bukti paparan dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap paparan yang ada. Misalnya untuk paparan dari debu dapat diukur dengan menggunakan particle counter, paparan uap atau gas dapat diukur dengan menggunakan organic vapour monitoring (OVM) dan kebisingan diukur dengan sound level monitoring.
6. Sumber Informasi
Sumber informasi atau acuan yang digunakan sebagai standar dalam menentukan batas paparan juga harus ditentukan, apakah akan menggunakan standar internasional atau standar lokal. Standar internasional yang banyak digunakan adalah OSHA, NIOSH dan ACGIH. Standar lokal bisa mengacu pada peraturan menteri atau SNI.
7. Catatan atau Record
Semua proses identifikasi, kontrol, dan pengukuran harus dicatat atau didokumentasikan untuk kepentingan analisis dan pengembangan sistem kedepan. Hal ini juga diperlukan untuk proses compliance jika ingin menerapkan sistem manajemen keselamatan.
Tabel dibawah menunjukkan alur proses (1—->6) bahan baku dan sistem pengendalian bahan kimia pada industri kimia.
Penerimaan Bahan Kimia (BK) dari Pemasok |
Penyimpanan di Gudang |
BOM dari Produksi |
Penerimaan dan Penanganan Bahan Baku di Produksi |
Penanganan Produk Antara |
Pengiriman dan Penyimpanan Produk Akhir di Gudang |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
1) Dokumen:–Surat Pengriman (DO); jenis bahan kimia, kuantitas BK, tanggal permintaan dan pengiriman, dst.
–Certifiacte of Analisys (CoA) -Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB/MSDS) 2) Pengecekan Fisik BK: -Kondisi kemasan -Jumlah kemasan/unit disesuaikan dengan DO. -Kelengkapan label kemasan dan dicocokan dengan dokumen. -Label bahaya (hazardssysmbol) dicocokan dengan LDKB. 3) Unloading BK: Dilakukan sesuai SOP. 4) Pengambilan Sample: Dilakukan sesuai SOP
|
Penyimpanan BK digudang penyimpanan harus memperhatikan hal-hal berikut:1) Kondisi penyimpanan disesuaikan dengan instruksi yang terdapat didalam LDKB/MSDS. Terutama temperatur dan kelembaban (humidity) ruang penyimpanan.
2) Penempatan dan pengelompokan bahan kimia sebaiknya berdasarkan jenis BK, fasa (padat, cair, gas) dan bahayanya. 3) Penempatan BK berdasarkan FIFO (First In – First Out) 4) Sistem pelambelan tempat penyimpanan harus sesuai dengan sistem penelusuran (tracking system) 5) Penempatan dan penyusunan atau tumpukan harus sesuai dengan standar baku. 6) Jika dilakukan pelabelan ulang, harus dipastikan label yang baru sesuai dengan standar baku dan dilengkapi simbol bahaya. |
1) Kelengkapan dokumen BOM:-Nama produk yang akan diproduksi.
-Tanggal dikeluarkan BOM. -Nama yang mengeluarkan dan menyetujui (PIC). -Jenis BK yang diminta. -Jumlah BK yang diminta. Semua item diatas dicocokan dengan SOP. 2) Penyiapan BK sesuai BOM. -Melakukan pengecekan ketersediaan BK. -Memastikan bahwa sistem FIFO berjalan. -Memasukkan data kedalam sistem stok penyimpanan. 3) Pengambilan dan Penimbangan BK: -Pengambilan BK harus sesuai prosedur kerja standar (SOP). -Penimbangan BK harus sesuai prosedur kerja standar (SOP). -Pekerja harus menggunakanalat pelindung diri yang sesuai (APD). 4) Pengemasan dan pengiriman BK ke produksi: -BK yang akan dikirrim ke produksi harus dikemas dengan baik sesuai standar baku. -Kemasan harus diberi label sesuai dengan data BOM. -Kemasan harus dilengkapi simbol bahaya. -Sisa BK harus dikemas dengan baik dengan label orisinil. -Sisa BK harus disimpan kembali ditempat penyimpanan awal secara baik. -Jika dieperlukan BK reaktif dikirim secara terpisah dengan BK lain |
1) Kelengkapan dokumen pengiriman BK:-Nama produk yang akan diproduksi.
-Tanggal dikeluarkan BOM. -Nama yang mengeluarkan dan menyetujui (PIC). -Jenis BK yang diminta. -Jumlah BK yang diminta. Semua item diatas dicocokan dengan SOP. 2) Pengecekan BK sesuai BOM: -Kesesuaian BK baik jenis dan jumlah BK dengan BOM. -Kondisi fisik kemasan BK. -Kelengkapan label kemasan dan simbol bahaya. 3) Penempatan BK di produksi: -BK ditempatkan secara baik diarea yang sudah ditentukan. -Kelompok bahan baku sesuai dengan BOM harus diberi tanda atau label untuk mencegah tertukar dengan kelompok bahan baku |