

Kegagalan dari program CRM yang paling umum adalah kualitasĀ customer database. Faktor ini sangat dominan untuk perusahaan-perusahaan yang menjalankan CRM di Indonesia. Saya yakin, tantangan membangunĀ databaseĀ pelanggan di Indonesia, jauh lebih besar dibandingkan dengan negara-negara lain. Ini berlaku untuk hampir semua industri di Indonesia.
Tengok saja di industri otomotif. Kesulitan pertama untuk membuatĀ databaseĀ pelanggan baru adalah mengumpulkan data pelanggan sejak awal. Banyak mobil atau motor yang dibeli oleh pelanggan, ternyata menggunakan nama orang lain. Misalnya, untuk sepeda motor, banyak nama yang dicantumkaan dalam STNK atau BPKB adalah orang yang membayar sepeda motor dan bukan orang yang mengendarai sepeda motor. Demikian pula dengan pembelian mobil. Nama-nama yang tercantum dalam surat kepemilikan mobil tersebut ternyata tidak sama dengan pemilik mobil sebenarnya. Bila demikian, kepada siapa perusahaan akan melakukan kontak komunikasi? Padahal, langkah pertama untuk menjalankan CRM adalah melakukan kontak komunikasi dengan pelanggan yang benar.
Di industri perbankan, problemĀ databaseĀ pelanggan juga terjadi. Tentunya, situasinya lebih berbeda dengan industri otomotif yang mempunyai problem sejak dini atau sejak pelanggan pertama kami membeli. Di industri perbankan, problem denganĀ databaseĀ adalah masalah yang berhubungan dengan integrasi data pelanggan. Bank adalah industri dimana pelanggan memiliki tingkat kontak yang tinggi. Bank-bank memiliki banyak ttik-titik kontak dan pelanggan juga memiliki preferensi yang berbeda-beda dalam berhubungan dengan bank.
Sebagian nasabah masih menyukasi kontak dengan datang langsung ke bank. Sebagian sudah lebih memilih ATM sebagai kontak utama. Sebagian lagi, menggunakan seluler atau internet. Selain itu, nasabah yang berhubungan dnegan tabungan atau deposito, sangat mungkin juga menjadi nasabah kredit. Dengan banyaknya kontak seperti ini, maka bank-bank pasti mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi pelanggan yang sama untuk kontak-kontak komunikasi yang berbeda. Walaupun bank-bank sebenarnya memilikiĀ Customer Identification Number, tetapi pada prakteknya, kesulitan seperti ini, sungguh membuat kesulitan.
Akibatnya, banyak bank kemudian salah dalam melakukan program CRM. Beberapa nasabah, dianggap sebagai nasabah kecil untuk urusan kredit, padahal nasabah tersebut adalah deposan besar. Demikian pula, nasabah tabungan atau deposito yang kecil, ternyata adalah nasabah kredit yang besar. Integrasi data pelanggan yang sulit seperti inilah yang kemudian membuat program CRM menjadi tidak berjalan dengan semestinya.
Bagaimana kalau untuk industri ritel? Problem denganĀ databaseĀ pelanggan tetap menjadi persoalan pertama. Sebenarnya, industri ini memiliki potensi yang besar untuk membuatĀ databaseĀ pelanggan yang baik. Maklum, kontak pelanggan relatif tidak banyak dan bervariasi seperti industri perbankan. Hanya saja, banyak ritel yang tidak memiliki komitmen untuk mengerjakanĀ databaseĀ pelanggan. Mereka mampu untuk mengumpulkan data pelanggan terutama bila ritel tersebut memiliki programĀ membership, tetapi problemnya adalah ketidakmampuan untuk melakukan analisa. Akibatnya, data pelanggan yang sudah banyak terkumpul, akhirnya tidak digunakan secara maksimal.
Secara umum, problem dengan pembentukanĀ databaseĀ pelanggan bisa dikelompokkan dalam 4 kelompok besar. Pertama, adalah kesulitan perusahaan untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat sejak awal. Ini seperti terjadi di industri otomotif. Data dan informasi sulit diakses atau bila bisa diakses, tingkat akurasinya relatif rendah.
Kesulitan atau tantangan yang kedua adalah kemampuan perusahaan untuk melakukanĀ updatingĀ data. Perusahaan banyak yang mempunyai semangat untuk membangunĀ databaseĀ tetapi kemudian tidak mampu untuk melakukanĀ updatingĀ data secara terus menerus. Sudah pasti, hal ini terjadi karena rendahnya komitmen dari manajemen sejak awal. Selain itu, perusahaan juga tidak menginvestasikan infrastruktur dan mempersiapkan tenaga yang memadai untuk melakukan prosesĀ updatingĀ ini.
Rendahnya komitman dari manajemen terhadapĀ databaseĀ ini kemudian membuat perusahaan tidak memiliki perencanaan jangka panjang. Padahal, membangunĀ databaseĀ pelanggan bukan seperti membangun rumah yang sekali membangun kemudian semuanya selesai. Diperlukan upaya terus menerus untuk melakukan pembersihan dan renovasi.
Ketiga adalah kemampuan perusahaaan untuk melakukan integrasi. Banyak data yang bisa diperoleh dari berbagai kontak. Mereka memiliki data dariĀ call center, atau memiliki data dari pelanggan yang melakukan transaksi. Perusahaan kemudian tidak mampu mengintegrasikan karena tidak adanya sistem IT yang memadai. Biasanya, perusahaan kemudian merasa frustasi dan tidak akan mampu untuk berbuat banyak terhadapĀ database. Setiap departemen akan cenderung untuk mempunyai program masing-masing dalam menggunakanĀ database.
Keempat adalah masalah analisa dan penggunaanĀ databaseĀ itu sendiri. Ini sangat banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan yang relatif kecil. Mereka tidak memiliki kualitas sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan analisa. Bisa juga terjadi, karena perusahaan tidak memiliki peranti lunak untuk melakukan analisa. Investasi di bidang IT terlalu minim dan perusahaan cenderung untuk memilih melakukan investasi yang mendatangkan penjualan dalam jangka pendek.
Kalaupun sebagian perusahaan melakukan analisa, tantangan berikutnya adalah menggunakan data tersebut untuk menjadi informasi danĀ knowledgeĀ untuk mengambil keputusan. Inilah proses pengelolaan informasi yang sering terputus. Tidak mengherankan, banyak keputusan kemudian menjadi tidak efektif.
DatabaseĀ pelanggan adalah jantung dari setiap strategi CRM. Esensi dari CRM adalah mengenal pelanggan. Mengenal perilaku pelanggan sebagai grup atau individu. Tidak ada yang lebihĀ powerfulĀ dari pengenalan pelanggan melaluiĀ database. Esensi kedua dari CRM adalah mempengaruhi pelanggan agar semakin loyal kepada perusahaan. Bagaimana perusahaan mempengaruhi pelanggan bila kemudian tidak mampu menggunakanĀ databaseĀ pelanggan? Berbagai program CRM tentu dilakukan secara sporadis dan tidak terencana.
Dengan adopsi perusahaan terhadapĀ media digital, peranĀ databaseĀ pelanggan justru akan semakin kritikal. Kesulitan dalam membangunĀ databaseĀ pelanggan ini, justru akan menjadi daya saing bagi perusahaan yang kemudian benar-benar melakukan dengan komitmen dan strategi yang benar. CRM tanpaĀ databaseĀ adalahĀ mission impossible!
Sumber: haripelanggan.com