SURABAYA – Seiring dengan melambatnya perekonomian Jawa Timur, angka pembelian peralatan berteknologi canggih untuk industri manufaktur di provinsi tersebut diprediksi anjlok 50%.
Hal itu tercermin dari ekspektasi nilai transaksi yang moderat selama pergelaran Manufacturing Surabaya 2015 pada 10-13 Juni. Padahal, tahun ini terdapat tak kurang dari 26 negara yang menjadi partisipan dalam pameran tersebut.
“Tahun ini rasanya nilai transaksi akan turun. Kalau tahun lalu bisa mencapai US$20 miliar, mungkin tahun ini hanya mencapai US$10 miliar,” jelas Project Manager Manufacturing Surabaya 2015 Maysia Stephanie, Rabu (10/6/2015).
Penyebabnya, kata Maysia, adalah masih tingginya kurs dolar AS akibat belum stabilnya perekonomian global. Padahal, mayoritas barang yang dijual di pameran alat berat industri itu menggunakan nilai tukar dolar.
Selain itu, sambungnya, minat beli dari para pelaku industri juga masih lesu akibat belum bergairahnya perekonomian nasional. Untuk diketahui, ekonomi Jatim hanya tumbuh 5,2% pada kuartal I/2015, turun dari capaian 6% triwulan sebelumnya.
Tahun ini, Manufacturing Surabaya ke-11 diikuti oleh 345 perusahaan dari 26 negara dengan menempati luas lahan 4.000 meter persegi. Diharapkan, lebih dari 7.500 pengunjung profesional terlibat dan mengadakan transaksi bisnis pada perhelatan tersebut.
Pameran itu, kata Maysia, bertujuan untuk membawa solusi pengembangan produksi dan kebutuhan teknis bagi industri di Jatim. Selain itu juga membuka peluang bisnis di bidang penerbangan, pengemasan, plastik, kebutuhan wisata, kelautan, migas, dan konstruksi.
“Kami menerima banyak minat untuk berpartisipasi pada tahun ini. Tidak diragukan lagi, industri manufaktur di Jatim memiliki indikasi yang dinamis dan memiliki daya tarik tersendiri bagi para investor.”
sumber: industri.bisnis.com