Adakalanya beberapa konsultan manajemen menawarkan klien solusi peningkatan dan perbaikan proses secara cepat, atau biasa disebut sebagai Rapid Process Improvement. Solusi yang ditawarkan adalah perbaikan proses dalam waktu kurang dari 2 minggu. Kelihatan sangat menjual, tetapi ada beberapa hal yang kurang cocok diaplikasikan, jika konsep tersebut ditelan mentah-mentah.
Apa yang dimaksud dengan Rapid Process Improvement, apa metodenya dan apa kelebihan dan kekurangannya? Akan dijelaskan sebagai berikut.
Pada dasarnya Rapid Process Improvement (RPI) merupakan metode untuk meningkatkan proses secara cepat, dengan melihat kondisi yang ada (“as is”) menjadi kondisi yang ditargetkan (“to be”). Sangat disarankan untuk digunakan dalam mengurangi waktu prosess, lead time atau waste/kongesti yang terjadi dalam proses kerja.
Banyak metode yang bisa digunakan, mulai dari PDCA, DMAIC proses, IMPROVE proses dan berbagai metode lain, yang pada intinya sama yaitu : Memetakan, Mengukur, Menganalisa, Mendisain Perbaikan, Mengendalikan dan Mengevaluasi. Bila dilaksanakan dengan tepat, penuh komitmen dari tim, memiliki semangat dan antusias maka hasilnya akan berhasil.
Namun, seperti halnya metode perbaikan, model ini tidak cocok untuk skala perubahan tertentu. Dalam organisasi, manajemen yang cerdas akan mampu memilah-milah isu organisasi dalam tiga bagian besar yaitu :
- Skala besar : Project atau Program besar
- Skala menengah : Project atau Program Menengah
- Skala kecil : Project atau Program kecil.
Lantas, dimana RPI itu bermain? RPI sangat erat kaitannya dengan proses, maka dia hanya bermain di level skala kecil, harian dan lingkup tidak besar. Sudah tentu RPI akan bisa meningkatkan proses tersebut dengan cepat.
Dengan demikian RPI bisa diaplikasikan secara tepat, tentunya jika isu perubahan dalam organisasi bukan bersifat skala menengah atau besar. Lebih tepat masuk ke wilayah eksekusi atau taktikal.
(Tengku Shahindra)