PQ News – Koperasi Hutan Mas, Satu-satunya yang Miliki Sertifikat SVLK

PQ News
Rate this post
Medan. Hingga saat ini masih satu kelompok pengelola hutan hak secara lestari yang mendapat sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Sumatera Utara (Sumut).
Japosman Saragih, dari Badan Pemantau Pemanfaatan Hutan Produktif (BP2HP) Medan kepada MedanBisnis, Kamis lalu di Medan mengatakan, sertifikasi SVLK adalah sistem untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia.

Selain itu juga untuk meningkatkan daya saing produk perkayuan sekaligus mengurangi praktek pembalakan haram yang harapannya dapat menunjang efisiensi dalam peredaran dan perdagangan kayu di lingkup hutan negara, hutan hak/milik. “Khususnya untuk memenuhi ekspor, kayu tersebut karus memiliki kejelasan sejak dari sumber,” katanya.

Selama ini, kata dia, untuk pengelolaan hutan hak yang sudah mendapatkan sertifikasi SVLK di seluruh Indonesia sebanyak 14 unit. Di Sumatera, hanya di Lampung dan Sumut. “Paling banyak di Jawa. Koperasi Hutan Mas, mewakili Sumut sebagai yang pertama memiliki sertifikat SVLK,” jelas Japosman.

Ketua Koperasi Hutan Mas yang berada di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Humbang Hasundutan, Iwan Lumbangaol, mengatakan, Koperasi Hutan Mas ditetapkan lulus Sertifikasi SVLK pada Februari lalu didanai oleh MFP II.

Dengan adanya sertifikat tersebut, lanjutnya, koperasi sudah bisa mengeluarkan surat angkut kayu sendiri yang selama ini dikeluarkan pihak Dinas Kehutanan setempat, kepala desa yang telah mendapatkan sertifikat dari Balai Pengelolaan Hasil Hutan (BPHH). “Itu salah satu kelebihan dari adanya sertifikat legalitas kayu, semua kayu di hutan kita bisa dikelola,” katanya.

Dikatakannya, Koperasi Hutan Mas memiliki anggota sebanyak 22 orang dan 3 orang pengawas dengan wilayah kelola seluas 45 hektare. Dalam pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan konsep lestari dengan tidak boleh menebang habis melainkan tebang pilih dan tidak sembarangan.

Menurutnya, ada peraturan yang mengatur tentang kriteria umur, ukuran dan pohon yang bisa ditebang dan tidak boleh merusak tanaman lain. Selain itu, harus melakukan penanaman lagi.

“Saat ini kami sudah melakukan pembibitan tanaman sengon dan jabon. Jadi, kalau sudah menebang, kami wajib menanam yang baru,” katanya.

Selama ini jenis kayu yang ditebang antara lain sampinur, mayang, haudolok, hoting, simartolu, dori, turi-turi, hapas-hapas, dan dalong. “Dari semua itu, yang paling mahal adalah kayu mayang, yakni Rp 1,8 juta per meter kubik,” katanya.

Ia menambahkan, selama ini, sebagian masyarakat kurang memanfaatkan kayu yang ada di lahannya dan menjual dengan harga yang murah kepada penebang dari desa lain yang mencari kayu.

“Selama ini, prosesnya saya punya hutan, ada penebang, ambil kayunya, saya paling dapat sekian ratus ribu rupiah, saya juga tak tahu berapa kubik yang ditebangnya. Inikan bisa merugikan. Bayangin kalau 30 meter kubik cuma dihargai Rp 3 juta, sementara harga kayu sembarang per meter kubiknya minimal bisa Rp 1,2 juta,” katanya.

Menurut Direktur Komunitas Peduli Hutan Sumatera Utara, (KPHSU) Jimmy Panjaitan, yang paling penting dalam pengelolaan hutan adalah pemberantasan pembalakan haram atau yang sering disebut dengan illegal logging. 

Dengan adanya koperasi yang sudah memiliki sertifikat SVLK dapat mengelola hutan hak miliknya. “Ini menjadi bukti bahwa rakyat bisa mengelola hutannya secara lestari, legal dan tidak merusak,” tambahnya.(dewantoro)

Sumber : http://www.medanbisnisdaily.com

Spread the love
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Need Help?