BOGOR, Indonesia – Anak-anak yang hidup di hutan di pulau Kalimantan menggambarkan citra suram masa depan, menurut temuan awal mengenai persepsi lingkungan, ungkap seorang peneliti di Center for International Forestry Research (CIFOR).
Gambar-gambar yang dibuat oleh kurang lebih 250 anak berusia antara 9 dan 15 tahun yang tinggal di provinsi Timur dan Barat Kalimantan, secara konsisten menggambarkan lingkungan masa depan yang sebagian besar dicirikan oleh bentang alam non-hutan dengan ketiadaan hewan atau mengelompok ke daerah terpencil.
“Anak-anak memiliki visi yang lebih jelas mengenai tutupan lahan dan perubahan tata guna lahan yang kita harapkan lebih tinggi ketimbang orang dewasa, bukan diantara anak-anak,” kata ilmuwan Anne-Sophie Pellier.
“Menariknya, semakin jauh bentang alam mereka saat ini dipindahkan dari bentang alami , semakin besar perubahan lingkungan yang mereka harapkan di masa depan.”
Penelitian ini mencoba memahami apakah anak-anak yang tinggal di berbagai jenis bentang alam menunjukkan persepsi yang berbeda dari lingkungan masa depan mereka.
Anak-anak dari 22 desa diminta menggambar dua gambar yang menunjukkan kesan mereka terhadap hutan dan satwa liar dan bagaimana mereka membayangkannya di masa depan.
“Kami terkejut mengetahui bahwa anak-anak pada usia muda memiliki pemahaman yang kuat tentang lingkungan mereka dan interaksi antara beberapa faktor lingkungan,” kata Pellier, bahkan mereka mampu menyebutkan contoh spesifik masalah yang saat ini terjadi, tambahnya.
“Anak-anak sering menyebutkan bahwa intervensi manusia merupakan potensi utama kerusakan lingkungan, mereka juga percaya bahwa bencana alam dan suhu akan naik sebagai akibat dari perusakan hutan alam,” katanya.
“Manusia telah memiliki mobil, dan orang-orang yang menebang hutan hari ini akan menjadi kaya nanti,” ungkap seorang anak.
“Semuanya sudah hilang dan akan digantikan oleh bangunan: sungai, pegunungan, dan semua milik hutan tidak akan ada lagi. Hewan akan jarang terlihat, hanya kupu-kupu. Tidak akan ada burung atau monyet karena hutan akan hilang. ”
Kalimantan, terbagi antara Indonesia, Malaysia dan sebagian kecil Brunei, adalah rumah bagi sebagian besar area hutan tropis dunia. Tetapi, pepohonan ditebang dan dibakar sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan untuk membuka jalan bagi industri kayu skala besar dan perkebunan kelapa sawit serta hamparan tambang batubara, emas dan timah.
Penebangan telah memiliki dampak yang parah pada satwa liar, termasuk spesies sepertiorangutan, rangkong dan trenggiling, yang juga terancam akibat perburuan liar dan perdagangan.
Informasi yang dikumpulkan adalah bagian dari proyek penelitian Borneo Futures, yang didirikan pada tahun 2011, bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana hutan dan lahan di pulau bisa lebih dikelola secara optimal. Menangkap perspektif masyarakat tentang pemanfaatan dan nilai-nilai hutan merupakan salah satu komponen penelitian utama.
Para peneliti menggunakan temuan untuk menilai faktor-faktor mendasar sosial ekonomi dan lingkungan yang mempengaruhi persepsi tersebut.
Tim yang bekerja pada proyek Borneo Futures, yang dipimpin oleh ilmuwan Erik Meijaard, berharap agar proyek tersebut dapat mengintegrasikan secara lebih baik suara masyarakat lokal yang terlibat dalam pengambilan kebijakan pemerintah, kata Pellier, yang memimpin penelitian pandangan anak-anak.
“Anak-anak adalah generasi yang bertanggung jawab untuk kondisi masa depan lingkungan dan kesejahteraan mereka, sangat penting untuk memahami bagaimana mereka melihatnya,” katanya.
“Memahami apa yang mendorong pandangan tentang lingkungan di kalangan anak-anak dan bagaimana mereka melihat timbal balik antara pembangunan ekonomi dan perubahan sosial dan lingkungan, dapat membantu menginformasikan kebijakan optimal pada penggunaan lahan,” tambah Meijaard.
Untuk proyek Borneo, peneliti mewawancarai penduduk dewasa, yang prosesnya terbatas untuk anak-anak.
“Gambar membuktikan cara metodologis yang ampuh untuk menangkap persepsi anak-anak terutama ketika mereka malu untuk menulis, tidak bisa menulis atau tidak dapat menuangkan pikiran mereka dalam kata-kata,” kata Pellier, yang mengungkapkan bahwa anak-anak merasa menggambar itu menyenangkan dan bahwa hal itu memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas.
Penelitian ini juga untuk bertujuan memberi dampak bagi program pendidikan dan peningkatan kesadaran untuk memperkuat perilaku positif terhadap lingkungan, katanya.
Source : http://blog.cifor.org