Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, kinerja industri properti nasional mengalami perlambatan. Hal tersebut tercermin dalam melambatnya pertumbuhan penjualan properti residensial secara nasional.
Hasil survei yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa perlambatan penjualan properti residensial dari 26,62 persen pada triwulan I 2015 menjadi 10,84 persen pada triwulan II 2015. Perlambatan penjualan properti terutama terjadi para rumah tipe menengah.
“jika dilihat berdasarkan lokasi, perlambatan pertumbuhan penjualan rumah tipe menengah tertinggi terjadi di Medan,” tulis laporan BI seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (13/8/2015).
Sementara itu, penyaluran kredit perbankan khususnya penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) pada triwulan II 2015 tumbuh sebesar 1,39 persen, lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada di level 0,94 persen.
Fasilitas KPR tetap menjadi pilihan utama dalam melakukan transaksi pembelian properti. Hasil survei mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen atau mencapai 72,20 persen masih memilih KPR sebagai fasilitas utama dalam melakukan transaksi pembelian properti residensial terutama untuk tumah tipe kecil dan menengah.
Sedangkan untuk tingkat bunga yang diberikan oleh bank dalam fasilitas KPR tersebut berada di kisaran 9 persen hingga 12 persen.
Survei ni dilakukan terhadap pengembang proyek perumahan di 16 kota besar dengan jumlah responsen mencapai 50 pengembang di wilayah Jakarta dan sekitarnya dan 441 pengembang di daerah lainnya yang terdapat kantor perwakilan Bank Indonesia.
Penurunan penjualan rumah di segmen menengah juga diakui pengembang asal Bandung, Jawa Barat. Sebelumnya, Direktur PT Tujuh Pilar Sarana, Ferry Sandiyana mengungkapkan penurunan penjualan sebenarnya sudah terasa sejak Mei 2015.
Selama puasa kemarin, permintaan dari konsumen juga turun 15 persen hingga 20 persen dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Namun perkiraannya, penurunan tersebut akan kembali normal setelah Lebaran.
“Iya ada penurunan terutama di segmen menengah sejak sebelum puasa. Ini siklus tahunan, karena calon konsumen lebih mementingkan kebutuhan puasa dan hari raya,” kata dia yang dihubungi Liputan6.com.
Ferry yang juga Ketua Umum DPP Asosiasi Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (AP2ERSI) itu menambahkan tahun ini penurunan akan semakin terasa karena bulan puasa dan Lebaran bersamaan dengan musim liburan anak sekolah.
Begitu pun, pengembang tetap melakukan aktivitas pemasaran dan menawarkan berbagai gimmick karena tidak sedikit calon konsumen yang justru menjadikan THR dan bonus sebagai uang muka pembelian rumah.
Tujuh Pilar Sarana saat ini sedang memasarkan proyek townhouse Grand dPillar di kawasan Terusan Buah Batu, Bandung. Proyek residensial seluas 2 hektare ini menyasar segmen menengah dengan harga berkisar Rp 400 juta hingga Rp 500 juta per unit. (Gdn/Ndw)
sumber: bisnis.liputan6.com