Produktivitas karet rakyat di Indonesia sangat rendah apabila dibandingkan dengan produktivitas karet di perkebunan besar atau perkebunan karet rakyat di negara penghasil karet lainnya, seperti Thailand dan Malaysia. Rendahnya produktivitas tanaman karet rakyat di Indonesia disebabkan oleh tidak berjalannya mekanisme peremajaan karet tua secara berkelanjutan, seperti yang dilakukan oleh negara tetangga tersebut di atas.
Sampai tahun 2013, luas tanaman karet rakyat yang sudah tua mencapai 30% dari luas keseluruhan 2,4 juta ha. Sedangkan komposisi yang optimum untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi, jumlah karet tua dan rusak tidak lebih dari 5%. Tingginya jumlah tanaman yang tua disebabkan oleh ketidaksiapan petani untuk mengikuti peremajaan, karena akan memutus pendapatannya selama tanaman berproduksi kembali, yaitu 5 tahun. Untuk memperoleh pendapatan, petani melakukan penyadapan pada cabang-cabang tanaman karet, walaupun letaknya tinggi (>2,7 meter). Penyadapan ini dilakukan dengan menggunakan tangga bambu.
Sebenarnya peremajaan masih dapat dilakukan tanpa memutus pendapatan petani begitu besar. Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan peremajaan secara bertahap. Peremajaan bertahap adalah peremajaan yang dilakukan sebagian-sebagian dari tanaman karet yang ada. Misalnya peremajaan dilakukan pada tahun pertama sebesar 30% dari jumlah baris tanaman yang ada. Pada tahun kedua juga 30% dan pada tahun ketiga sisanya. Cara ini masih memberi kesempatan pada petani untuk memperoleh pendapatan dari hasil penyadapan karet tua yang belum ditebang.
Pendapatan petani ini masih dapat ditingkatkan dengan menanam tanaman sela di antara tanaman karet muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman tua yang belum ditebang, walaupun menaungi tanaman karet muda tetapi tidak mempengaruhi pertumbuhannya. Cara ini dapat diadopsi petani ketika menerima bantuan benih karet dari pemerintah dengan jumlah yang terbatas seperti hanya 120-200 batang.
Sumber: kabarindonesia.com