Coba jujur, setiap kali ada masalah di kantor, apa sih kesimpulan yang paling sering muncul di rapat evaluasi? Kemungkinan besar, kalimat pamungkasnya adalah: “Ini human error!”
Bikin plong ya? Cepat, tuntas, dan seolah masalah langsung kelar. Padahal, di situ justru letak ‘jebakan Batman’-nya. Ketika kita langsung menunjuk jari ke individu, kita berhenti menggali lebih dalam, dan analisis akar masalah kita jadi terhenti di permukaan saja.
Faktanya, dalam setiap penggunaan Fishbone Diagram (atau Diagram Ishikawa), faktor Man (manusia atau SDM) memang hampir selalu jadi bintang utama, si ‘tersangka’ yang dituduh.
Mulai dari insiden kecil di lini produksi, kualitas produk yang tiba-tiba turun drastis, sampai layanan pelanggan yang bikin geleng-geleng kepala. Sayangnya, faktor manusia ini sering sekali kita bedah secara dangkal, cuma dianggap sebagai sumber kesalahan, bukan bagian penting dari sistem kerja.
Padahal, dunia manajemen SDM kini bergerak maju. Trennya sudah fokus pada System Thinking (berpikir sistemik), budaya kerja sehat, dan Continuous Improvement (perbaikan tanpa henti). Jadi, cara kita mengupas tuntas faktor Man ini juga harus ikut upgrade!
Artikel ini dibuat khusus untuk membantumu menemukan cara tepat, adil, dan efektif menganalisis faktor Man dalam Fishbone Diagram. Mari kita ubah perspektif: Manusia bukan masalahnya, tapi kuncinya.
Memahami Fishbone Diagram dan Peran Faktor Man
Yuk, kita kenalan lebih dekat sama tools keren yang namanya Fishbone Diagram, atau ada juga yang sering sebut Diagram Ishikawa.
Ini adalah ‘senjata’ andalan buat tim kamu kalau mau ngebongkar masalah sampai ke akarnya. Singkatnya, diagram ini membantu kita melakukan analisis sebab akibat dengan sangat terstruktur.
Bayangin aja kerangka ikan. Kepala ikan itu masalah utamamu, dan duri-duri besarnya adalah kategori-kategori utama penyebab masalah. Umumnya, kita pakai formula 6M: Man (Manusia), Machine (Mesin), Method (Metode Kerja), Material (Bahan Baku), Measurement (Pengukuran), dan Environment (Lingkungan).
Nah, di antara keenam itu, faktor Man (Manusia atau SDM) selalu jadi yang paling sering disorot. Tapi, apa sih sebenarnya yang dicakup oleh faktor Manusia ini?
Faktor Man itu lebih dari sekadar “orang yang berbuat salah.” Ini mencakup segala hal yang berhubungan dengan orang-orang di sistem kerjamu, seperti:
- Kompetensi dan Keterampilan
Apakah skill mereka sudah sesuai? - Perilaku dan Sikap Kerja
Bagaimana disiplin dan etos kerja mereka? - Komunikasi
Seberapa efektif informasi penting (SOP, target, dll.) mengalir antar tim? - Kelelahan (Fatigue)
Burnout atau shift panjang yang mengikis fokus. - Kepatuhan Terhadap Prosedur
Apakah prosedur yang ada memang realistis untuk diikuti?
Intinya, ketika kita mengupas faktor Man, kita sedang mencari analisis akar masalah yang sesungguhnya. Kalau cuma berhenti di human error, kita nggak akan pernah bisa memperbaiki sistem manajemen SDM kita.
*Catatan Tren:
Zaman sekarang, sudah mulai banyak organisasi yang sadar. Mereka meninggalkan kebiasaan lama blaming culture (budaya menyalahkan individu) dan beralih ke system-based analysis.
Ini berarti, jika ada kesalahan, yang dilihat pertama kali bukan siapa yang salah, tapi sistem mana yang gagal mendukung manusia tersebut untuk bekerja dengan benar.*
Baca juga : Menggali Akar Masalah Bisnis: Panduan Lengkap Menggunakan Diagram Ishikawa (Fishbone)
Mengapa Faktor Man Sering Dijadikan ‘Kambing Hitam’?
Kenapa sih, dari semua faktor 6M (Man, Machine, Method, dst.), faktor Manusia (SDM) yang paling sering kena tuduh sebagai analisis akar masalah? Ada beberapa alasan utama yang membuat faktor ini selalu jadi fokus utama, meski seringkali menyesatkan.
1. Manusia Ada di Garis Terdepan, Kesalahan Jadi Paling Kelihatan
Ini simpel. Manusia adalah pelaksana langsung semua prosedur dan instruksi di lapangan. Begitu ada kegagalan entah produk cacat, mesin berhenti, atau deadline terlewat, kesalahan yang dilakukan manusia adalah yang paling mudah dan paling cepat untuk diamati.
Gagalnya sistem kerja (yang sifatnya laten atau tersembunyi) jauh lebih sulit dideteksi ketimbang melihat si A salah menekan tombol atau si B lupa checklist terakhir. Jadi, secara natural, mata kita akan langsung tertuju pada faktor manusia yang berada di depan mata.
2. ‘Human Error’: Jalan Pintas yang Menyesatkan
Istilah “human error” ini rasanya praktis banget, ya? Begitu diucapkan, seolah semua sudah tuntas. Padahal, ini adalah jalan pintas analisis yang paling berbahaya. Kenapa? Karena dia menghentikan kita menggali lebih jauh.
Padahal, menurut pakar seperti James Reason dengan Human Error Theory-nya, kesalahan manusia itu hampir nggak pernah terjadi di ruang hampa. Itu pasti dipengaruhi oleh kondisi sistem di sekitarnya.
Coba cek: Apakah desain kerjanya rumit? Apakah targetnya terlalu menekan? Apakah pelatihan yang diberikan kurang memadai? Kesalahan yang kamu lihat di permukaan itu seringkali hanyalah ‘gejala’ dari penyakit sistemik di bawahnya.
3. Beban Kerja dan Stres yang Semakin Menghimpit
Nggak bisa dipungkiri, tren dunia kerja saat ini menuntut kita jadi superhuman. Beban kerja terus meningkat, harus multitasking, dan level stres pun ikut naik.
Kombinasi maut ini secara otomatis meningkatkan risiko kesalahan, bahkan pada manajemen SDM yang sebetulnya sangat kompeten. Mereka bukan nggak mau teliti, tapi energi dan fokus mereka sudah terkuras habis oleh tuntutan sistem yang kejam.
Catatan Tren:
Ini bukan isapan jempol. Laporan dari organisasi besar seperti WHO dan ILO telah berulang kali menunjukkan bahwa masalah kelelahan kerja (fatigue) dan stres yang berasal dari organisasi (bukan individu) berkontribusi signifikan terhadap banyaknya kesalahan operasional, bahkan kecelakaan kerja. Jadi, menyalahkan individu adalah langkah yang sudah ketinggalan zaman.
Kesalahan Umum: Tiga ‘Dosa Besar’ Saat Menganalisis Faktor SDM
Sebelum kita bahas cara yang benar, ada baiknya kita tahu dulu, apa sih kesalahan-kesalahan yang paling sering terjadi saat tim ngerjain analisis SDM di Fishbone Diagram? Tiga poin ini sering jadi mental block yang membuat akar masalah yang kita temukan jadi palsu.
1. Menyalahkan Individu Tanpa Konteks
Ini nih yang paling sering. Begitu ada masalah, analisis kita langsung berhenti di kalimat: “Operator lalai,” atau “Karyawan itu nggak teliti.” Padahal, ini adalah kesalahan fatal.
Kenapa? Karena kita langsung menunjuk orangnya, tanpa mau repot-repot lihat: Kondisi apa sih yang membuat dia lalai? Jangan-jangan dia sudah kerja 12 jam tanpa istirahat (kelelahan)? Atau jangan-jangan prosedur (SOP) yang harus dia ikuti itu rumit dan tidak realistis?
Kesalahan analisis di sini adalah Kita hanya melihat perilaku di permukaan, bukan lingkungan yang mendorong perilaku tersebut.
Jadi, solusinya cuma memberhentikan individu, tapi sistem yang ‘sakit’ tetap dipertahankan alhasil, masalah yang sama akan muncul lagi, cuma pelakunya ganti orang.
2. Penyebab Terlalu Umum dan Abstrak
Coba lihat lagi hasil analisis timmu. Apakah ada kalimat seperti: “Kurang disiplin,” atau “SDM tidak kompeten”? Hati-hati, penyebab-penyebab ini terdengar tegas dan meyakinkan, tapi sebenarnya nggak ada gunanya.
Kenapa? Karena terlalu abstrak. Coba bayangkan: Tindak lanjut apa yang bisa kamu ambil dari “kurang disiplin”? Jawabannya susah. Solusi yang baik harus spesifik.
Alih-alih “SDM tidak kompeten,” ubah menjadi: “Pelatihan skill A terakhir dilakukan 5 tahun lalu,” atau “Sertifikasi untuk mesin baru belum diwajibkan.” Begitu kalimatnya spesifik, solusinya (seperti: buat jadwal pelatihan ulang, atau wajibkan sertifikasi) jadi jelas dan bisa ditindaklanjuti. Ini kunci dari analisis akar masalah yang efektif.
3. Tidak Berbasis Data
Seringkali, analisis faktor manusia ini cuma berdasarkan asumsi atau opini terkuat di ruang rapat. “Menurut saya, mereka kurang teliti,” atau “Dulu nggak ada masalah begini.”
Padahal, evaluasi kinerja yang valid harus berbasis data yang nyata. Data apa yang perlu kamu cek?
- Data Jam Kerja
Apakah karyawan sering overtime? (Mengarah ke masalah kelelahan). - Riwayat Pelatihan
Kapan pelatihan terakhir dilakukan dan apa hasilnya? - Audit Internal
Apa temuan audit terkait kepatuhan SOP?
Kalau analisis hanya didasarkan pada perasaan atau asumsi, kamu akan menghasilkan solusi yang salah. Solusi untuk mengatasi human error harus didukung oleh fakta dan angka, bukan sekadar feeling manajemen.
Baca juga : Cara Analisis Fishbone
Cara Tepat Menganalisis Faktor Man dalam Fishbone Diagram
Oke, kita sudah tahu nih apa aja kesalahan fatal yang sering terjadi. Sekarang, mari kita ubah perspektif dan upgrade cara kita melakukan analisis SDM di Fishbone Diagram. Tujuannya cuma satu agar solusi yang dihasilkan benar-benar ‘nendang’ dan menyelesaikan analisis akar masalah, bukan cuma ganti orang.
Ini dia empat trik jitu yang bisa langsung kamu terapkan:
Bedah Faktor Man Jadi Detail yang Spesifik (Bukan Cuma ‘Lalai’)
Lupakan kata-kata umum kayak “human error” atau “kurang teliti.” Itu nggak membantu. Tugas kita adalah memecah faktor manusia menjadi poin-poin yang konkret dan bisa dipegang.
Contohnya, ganti “karyawan lalai” dengan penyebab yang lebih spesifik seperti:
- Kurang pelatihan atau sertifikasi baru (ini concern soal evaluasi kompetensi).
- Beban kerja berlebih atau shift yang terlalu panjang.
- SOP terlalu rumit, atau nggak pernah disosialisasikan.
- Komunikasi antar tim yang ‘mandek’.
- Kelelahan ekstrem akibat jam kerja tanpa jeda yang cukup.
Pendekatan ini akan membuat analisismu jadi jauh lebih fokus, dan solusi yang muncul pasti realistis.
Angkat Data Jadi ‘Hakim’ Utama
Nggak zaman lagi ngandelin asumsi atau opini paling keras di ruang rapat. Analisis manajemen SDM yang efektif itu harus 100% berbasis data. Jangan cuma bilang “mereka kurang disiplin,” tapi tunjukkan buktinya.
Data apa yang perlu kamu kumpulkan?
- Catatan riwayat pelatihan dan hasil tesnya.
- Jadwal kerja dan rekap overtime (penting buat cek faktor kelelahan).
- Hasil audit internal tentang kepatuhan prosedur.
- Laporan keluhan pelanggan atau insiden kecelakaan.
- Survei kepuasan atau data kinerja karyawan secara berkala.
Data-data ini adalah ‘amunisi’ terkuatmu untuk membuat analisis akar masalah yang objektif dan nggak bisa diganggu gugat.
Mainkan Teknik 5 Why Sampai ke ‘Urat Nadi’
Setiap penyebab yang sudah kamu spesifikkan tadi, jangan langsung terima. Terapkan Teknik 5 Why (Tanyakan “Mengapa” lima kali berturut-turut) untuk menggali lebih dalam. Teknik ini akan membawamu dari kesalahan individu di permukaan, menuju akar kebijakan di level manajemen.
Contoh:
Mengapa SOP tidak dijalankan? → (Karena) Karyawan terburu-buru.
Mengapa terburu-buru? → (Karena) Targetnya terlalu mepet.
Mengapa target mepet? → (Karena) Rasio jumlah SDM dan pekerjaan tidak seimbang.
Pada akhirnya, kamu akan menemukan bahwa masalah seringkali berakar pada kebijakan manajemen atau desain sistem kerja, bukan pada niat buruk si karyawan.
Ajak Karyawan Lapangan Ikut Menganalisis (Pendekatan Partisipatif)
Orang yang paling tahu kenapa sebuah prosedur gagal itu ya mereka yang menjalankannya di lapangan. Libatkan karyawan secara langsung dalam sesi analisis.
Cara ini tidak hanya membuat analisismu jadi super akurat (karena kamu dapat perspektif nyata), tapi juga secara otomatis meningkatkan rasa kepemilikan mereka terhadap solusi yang nanti akan diterapkan.
Catatan Tren:
Pendekatan partisipatif (melibatkan semua pihak) ini sekarang menjadi kunci dalam standar manajemen mutu dan K3/ISO. Terbukti, perbaikan yang didorong dari bawah ke atas jauh lebih efektif dan sustainable.
Studi Kasus Singkat: Saat “Human Error” Bukan Jawaban
Ini adalah contoh klasik di mana analisis akar masalah berhasil ‘menyelamatkan’ faktor manusia dari label “kambing hitam.
Bayangkan ini: Sebuah perusahaan mengalami kecelakaan kerja. Laporan awal menyebutkan operator lalai dan tidak mengikuti prosedur yang ada. Tim manajemen dengan cepat menyimpulkan Kesalahan individu. Done.
Tapi, tim yang lebih teliti memutuskan untuk menggunakan Fishbone Diagram dan menerapkan Teknik 5 Why. Mereka tidak puas dengan kesimpulan dangkal itu, mereka ingin tahu mengapa operator itu melanggar prosedur.
Setelah menggali lebih dalam, mereka menemukan ‘duri-duri’ masalah yang tersembunyi, yang semuanya mengarah ke kelemahan manajemen SDM dan desain sistem:
- SOP Terlalu Rumit
Prosedur operasi standar yang ada ternyata terlalu panjang, berbelit-belit, dan tidak realistis untuk diikuti dalam kondisi kerja cepat. - Evaluasi Kompetensi Mandek
Pelatihan terakhir untuk mesin tersebut dilakukan bertahun-tahun yang lalu. Operator (meski sudah lama bekerja) tidak mendapatkan update skill, sehingga kompetensi mereka tidak sejalan dengan tuntutan kerja. - Tekanan Kerja Ekstrem
Target produksi yang tinggi tidak sebanding dengan jumlah SDM di lapangan (rasio SDM tidak seimbang). Hal ini memaksa operator untuk bekerja cepat, memotong prosedur, dan otomatis meningkatkan risiko kelelahan (fatigue).
Akar masalah sesungguhnya bukan pada niat buruk si operator, melainkan pada sistem kerja yang mendorong perilaku berisiko tersebut. Operator hanya menjalankan sistem yang sudah ‘sakit’.
Perbaikan yang dilakukan akhirnya berfokus pada penyederhanaan SOP dan penyesuaian beban kerja, bukan sekadar memberikan sanksi pada individu. Inilah bukti analisis sebab akibat yang benar, di mana sistem yang bertanggung jawab, bukan hanya orangnya.
Baca juga : Kenali Human Error di Industri Migas dan Solusi Budaya Keselamatan yang Efektif
Mengubah Analisis Faktor Man Menjadi Solusi Nyata
Analisis yang mendalam, yang berhasil mengungkap akar masalah di level sistem dan bukan sekadar menyalahkan individu, harus berujung pada perubahan nyata.
Ini adalah tahap actionable di mana hasil analisis akar masalah kita yang cerdas diubah menjadi perbaikan manajemen SDM yang konkret.
Lupakan solusi generik seperti “tingkatkan kedisiplinan.” Solusi yang benar-benar efektif dan sustainable harus menyentuh sistem yang ‘sakit’. Berikut adalah hasil nyata dari pendekatan sistemik:
- Program Pelatihan Berbasis Kebutuhan Nyata
Setelah melakukan evaluasi kompetensi dengan data, kita tahu persis skill apa yang hilang. Solusinya bukan pelatihan umum, melainkan program yang didesain khusus (misalnya, simulasi troubleshooting mesin X) untuk menutup gap tersebut. Ini jauh lebih efektif daripada pelatihan yang sifatnya wajib tapi tidak relevan. - Penyederhanaan SOP (Simplifying The Rules)
Jika analisis sebab akibat menunjukkan prosedur terlalu rumit sehingga dipotong oleh operator, maka SOP-nya yang harus dirombak. Buat alur kerja menjadi lebih visual, ringkas, dan realistis untuk dijalankan dalam kondisi tekanan kerja yang ada. SOP harus mendukung, bukan menghambat. - Penyesuaian Beban Kerja dan Workload
Jika Teknik 5 Why mengungkap bahwa masalah utamanya adalah kelelahan (fatigue) akibat target yang terlalu mepet atau rasio SDM yang tidak seimbang, solusinya adalah meninjau ulang kebijakan target atau menambah staf. Beban kerja yang seimbang adalah kunci untuk menjaga fokus dan kualitas. - Perbaikan Sistem Komunikasi
Kesalahan sering terjadi karena komunikasi yang ‘mandek’. Solusinya adalah membangun sistem komunikasi yang jelas, terstruktur, dan terverifikasi misalnya, sistem shift handover yang terdigitalisasi atau briefing rutin yang mencakup semua perubahan prosedur. - Penguatan Budaya Keselamatan dan Kualitas
Ini adalah hasil akhir dari semua perbaikan di atas. Ketika karyawan merasa sistem mendukung mereka (bukan malah menjebak), rasa kepemilikan dan komitmen terhadap keselamatan serta Continuous Improvement akan meningkat secara alami.
Dengan pendekatan ini, faktor manusia tidak lagi dilihat sebagai sumber masalah atau ‘kambing hitam’, melainkan sebagai kunci peningkatan kinerja organisasi. Kita mengubah fokus dari mencari siapa yang salah, menjadi membangun sistem yang benar.</blockquote>
Baca juga : Teknik Fishbone Diagram untuk Analisis Akar Penyebab Masalah Kualitas
Ingin analisis Fishbone Diagram di organisasi Anda benar-benar tepat sasaran?
Ikuti pelatihan Root Cause Analysis & Problem Solving berbasis System Thinking, dan pelajari cara menganalisis faktor Man (SDM) secara objektif, berbasis data, dan tanpa budaya saling menyalahkan.
Pelatihan ini membantu tim Anda menguasai Fishbone Diagram, Teknik 5 Why, hingga penerapannya dalam kasus nyata operasional dan manajemen SDM.
Kesimpulan
Jadi, apa intinya?
Memang benar, faktor Man (SDM) akan selalu muncul sebagai salah satu ‘duri’ utama dalam Fishbone Diagram. Tapi, kita harus berhenti di narasi menyalahkan individu. Itu adalah cara lama yang membuat masalah terus berulang.
Pendekatan modern yang tepat adalah mengubah fokus: Lihatlah faktor manusia bukan sebagai sumber masalah, melainkan sebagai termometer yang menunjukkan bahwa sistem (kebijakan, budaya kerja sehat, dan lingkungan) sedang tidak baik-baik saja.
Dengan melakukan analisis akar masalah yang spesifik, berbasis data (bukan asumsi), dan partisipatif (melibatkan karyawan), Fishbone Diagram berubah dari alat penunjuk kesalahan menjadi blueprint untuk perbaikan berkelanjutan.
Kunci utamanya sederhana, jangan cari ‘kambing hitam’. Ingat baik-baik, bukan manusianya yang bermasalah, tapi sistem yang belum cukup mendukung manusia untuk bekerja dengan benar. Dan itulah tujuan sejati dari manajemen SDM yang efektif.
FAQ – Pertanyaan yang Sering Ditanyakan
- Apa sih Faktor Man di Fishbone Diagram itu?
Faktor Man merujuk pada semua penyebab masalah yang asalnya dari SDM (Sumber Daya Manusia). Ini mencakup hal-hal seperti skill/kompetensi yang dimiliki, perilaku dan sikap kerja mereka, sampai cara mereka berkomunikasi di dalam tim. - Jadi, kalau ada human error, itu pasti salah individu, ya?
Tidak. Meskipun namanya human error, kesalahan ini seringnya dipicu oleh tekanan, kekurangan, atau kelemahan dari sistem kerja itu sendiri (misalnya SOP yang rumit atau target yang kejam), bukan murni dari niat buruk orangnya. - Kenapa ya Faktor Man ini sering banget jadi kambing hitam?
Karena faktor manusia adalah yang paling mudah dan cepat buat dilihat. Ketika kegagalan terjadi, mata kita langsung tertuju ke pelaksana di lapangan. Ini membuat kesimpulan “salah orang” jadi jalan pintas yang sering dipilih tanpa analisis mendalam. - Gimana cara bikin analisis Faktor Man jadi lebih adil dan objektif?
Caranya:
1) Gunakan data yang nyata (bukan cuma asumsi),
2) Pecah subfaktornya jadi sangat spesifik (misalnya: kelelahan akibat overtime), dan
3) Terapkan Teknik 5 Why untuk menggali sampai ke akar kebijakan manajemen SDM. - Seefektif apa Fishbone Diagram kalau dipakai buat analisis SDM?
Sangat efektif, asalkan kamu menggunakannya dengan detail dan fokus mencari analisis akar masalah sistemik, bukan cuma berhenti di permukaan. - Apa dampak terburuk kalau analisis SDM kita keliru?
Dampaknya besar: Solusi yang kamu tawarkan jadi nggak tepat sasaran, buang-buang waktu, dan yang paling fatal, masalah cenderung berulang karena akar sistem yang rusak tidak pernah disentuh. - Siapa saja yang sebaiknya dilibatkan saat menganalisis Faktor Man?
Idealnya, semua pihak harus ikut (pendekatan partisipatif): Manajemen, tim analisis sebab akibat (analis), dan yang paling penting adalah karyawan lapangan yang menjalani prosedur setiap hari, agar perspektifnya seimbang.










