PT. Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II), Kini Indonesia Port Corporation (IPC)

Rate this post

Sebuah transformasi besar terjadi di ujung utara Jakarta, tepatnya di pelabuhan Tanjung Priok. Dahulu, ketika mendengar kata Tanjung Priok, tidak heran jika kita langsung terbayang kondisi pelabuhan yang padat dan semrawut. Kini, pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia tersebut tampil dengan wajah baru yang jauh lebih apik. Tanjung Priok kini siap bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan besar di Singapura dan Hongkong. Transformasi Tanjung Priok tidak lepas dari inisiatif perubahan besar-besaran yang dilakukan pengelolanya, Indonesia Port Corporation (IPC). Bagaimana ceritanya?

Makin padatnya aktivitas dan kebutuhan bisnis menuntut pelabuhan internasional dan domestik untuk berpacu mengejar persaingan. Mau tidak mau, pelabuhan dituntut untuk mengubah cara kerja untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayanan agar daya saing ikut terdongkrak. Dalam persaingan tersebut, bukan hanya faktor peralatan lengkap, canggih, serta letak geografis yang baik yang menjadi jaminan keberhasilan. Beberapa kelebihan lain seperti biaya, protokoler pelayanan, dan produktivitas juga wajib dimiliki pelabuhan.

Kebutuhan untuk segera berubah itulah yang mendorong PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero)atau Pelindo II melakukan transformasi dan meluncurkan identitas baru, IPC (Indonesia Port Corporation). Pergantian nama dan logo ini bisa dibilang salah satu langkah repositioning dalam strategi pemasaran. Mereka berusaha untuk mencari posisi baru di pasar, setelah melakukan segmentasi dan muncul dengan identitas serta penawaran yang baru. Untuk memperoleh posisi baru di pasar, jelas membutuhkan lebih dari sekedar strategi pemasaran yang tepat. Tentu saja, IPC harus melakukan pembenahan secara keseluruhan.

Mengapa IPC Harus Berubah?

Direktur Utama IPC yang menjabat sejak 2009 menyadari bahwa situasi persaingan di masa depan akan menuntut banyak perubahan. Cepat atau lambat, IPC tidak akan lagi bisa menikmati posisi monopoli.

Selain makin derasnya aliran uang yang mengalir di bisnis pelabuhan, ada beberapa tren pasar yang dinilai akan membahayakan posisi IPC di masa depan. Pertama, persaingan antar pelabuhan semakin ketat dan pelanggan makin bebas untuk mencari jasa terbaik. Kedua, ukuran kapal semakin besar yang menunjang efisiensi angkut jarak jauh. Sebagai contoh, kapasitas awal pelabuhan Tanjung Priok hanya 5.000 TEU (Twenty-foot Equivalent Unit, ukuran untuk kapasitas kontainer),padahal sekarang ada kapal yang ukurannya mencapai 17.000 TEU.

Peningkatan volume perdagangan bisa membuat perusahaan pelayaran beralih kepada pelabuhan lain di Asia yang berkapasitas lebih besar. Selain itu, moda pengangkutan lain yang banyak bermunculan seperti jembatan Selat Sunda, jalan tol lintas Jawa, rel kereta ganda, dan sebagainya makin menggeser peran pelabuhan. Tantangan lainnya, makin banyak perusahaan global yang masuk ke Tanah Air membuat talenta SDM yang andal makin diperebutkan.

Melihat fakta yang ada,IPC menyadari transformasi harus segera terjadi. Cetak biru segera disusun, berisi strategi transformasi selama beberapa tahun ke depan. IPC memperharikan tiga aspek dalam perusahaan, yaitu aspek strategi, aspek sumber daya manusia dan aspek operasi. Aspek strategi ibarat cetak biru dari sebuah bangunan. Aspek sumber daya manusia adalah pekerja yang mendirikan bangunan tersebut. Aspek operasi merupakan peralatan dan bahan baku yang digunakan.

Transporting Light to The Nation

Segera setelah  cetak biru dibuat, IPC memulai transformasinya. Agar tercipta shared value, perusahaan menggunakan motto “TransPORTing Light to The Nation”. Transformasi yang dilakukan operator pelabuhan ini merupakan rangkaian inovasi yang dilakukan di berbagai lini demi mencapai statusworld-class

Di awal masa jabatan Lino, transformasi IPC sedang berada pada stage 1. Tantangan paling berat dirasakan pada masa itu. Di internal, karyawan masih kurang percaya pada manajemen, kurang loyal dan kurang produktif.

Transformasi yang sesungguhnya dimulai di stage 2, dengan motto “Serving Indonesia”. Transformasi terdiri atas lima pilar dengan tiga landasan pendukung restrukturisasi IPC. Kelima pilar tersebut diantaranya meningkatkan kapasitas, memaksimalkan pendapatan dari bisnis inti, meningkatkan layanan untuk komoditi curah, fokus pada key customer, dan optimasi profitabilitas pelabuhan.

kepada tiga pondasi, yaitu Business Performance Management, Human Capital Capabilities Development, Effective Culture and Change Management. Inilah model IPC dalam melakukan restrukturisasi.

Menurut pemaparan R.J. Lino di Portal HR Summit 2013 lalu, ada dua tipe infrastruktur yang harus diperbaiki di IPC: yang pertama adalah soft infrastructure dan kedua adalah hard infrastructure. Bangunan dan tangible asset yang bisa kita lihat, itulah yang disebut sebagai hard infrastructure. Sedangkan soft infrastructure meliputi timeliness, logistik yang berkualitas dan berkompetensi, shipmenttracking dan tracing juga custom.

“Infrastruktur yang berupa bangunan, tiga tahun kita bisa mengubahnya. Akan tetapi soft infrastruktur itu sulit, karena itu menyangkut manusia,” ungkap Lino.

Sumber: shiftindonesia.com

Spread the love
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Need Help?