Produktivitas RI Dinilai Masih Lamban

Rate this post

Laju produktivitas RI dinilai tak secepat negara lain karena faktor ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang mumpuni. Kondisi ini dinilai menjadi faktor utama yang menghambat RI keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap).

Deputy Country Director ADB Edimon Ginting menjelaskan saat ini pertumbuhan pendapatan RI sedikit melambat pada fase pendapatan rendah (lower income) karena faktor krisis yang terjadi akhir-akhir ini dan juga produktivitas yang agak lambat. Oleh karenanya pemerintah diharapkan bisa meningkatkan kualitas SDM RI supaya bisa berpacu meninggalkan middle income trap yang terjadi pada negara-negaraemerging.

“Pak Menteri Keuangan bilang zaman Jepang dan Korea di posisi kita itu mereka bisa cepat sekali keluar dari middle income trap. Kita itu, pertumbuhan terhambat produktivitas yang tidak berkembang secara cepat. Jadi sebetulnya tantangan kita bagaimana ke depan produktivitas kita bisa jauh lebih cepat,” ujar Edimon di kantor Menko Perekonomian baru-baru ini.

Menurut Edimon pihaknya setuju terhadap pendapat pemerintah, bahwa untuk memperbaiki produktivitas negara tidak hanya dari sisi tenaga kerjanya saja, melainkan juga dari sisi investasi, modal dan lainnya. Selain itu, imbuhnya, pemerintah memerlukan kerja sama antara industri dan pemerintah untuk mendorong pendidikan yang pas.

Faktor pendidikan dinilai penting untuk dikembangkan karena menjadi modal penting dalam membentuk SDM yang bermutu. Kualitas pendidikan dasar yang baik juga dinilai menjadi faktor penunjang keberhasilan training dalam peningkatan keahlian tenaga kerja.

“Yang paling penting kualitas pendidikan dulu diperbaiki, lalu di atasnya adalah training-trainingseperti tadi. Sekarang itu masalahnya adalah kualitasnya yang belum,” imbuhnya.

Macro Economic Specialist EC-Think Telisa A Falianty menjelaskan saat ini tidak banyak waktu yang dimiliki untuk persiapan dalam menghadapi middle income trap. Oleh karenanya dia berharap pemimpin baru yang terpilih pada tahun ini harus bisa memanfaatkan kesempatan yang hanya sampai 2025.

Pasalnya momentum untuk melepaskan diri dari jeratan pendapatan kelas menengah itu dinilai singkat dan bisa terlewatkan. Kesempatan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 hingga batas waktu 2025 harus diharapkan bisa dimanfaatkan secara bijaksana.

“Jadi kalau misalnya kita tidak melakukan apa-apa, kita akan kehilangan kesempatan kita yang besar. Dan itu akan menentukan masa depan kita,” katanya.

Telisa berpendapat semua pihak harus melakukan upaya lebih keras guna menggenjot ketertinggalan kesiapan persiapan yang semestinya dilakukan pada akhir periode 90-an lalu. Dalam hal ini semua pihak terkait diharapkan meninggalkan metode lama yang masih dipakai dengan mencari metode alternatif yang bisa mempercepat pertumbuhan.

Pemerintah juga diminta meningkatkan pertumbuhan minimal delapan perseb supaya bisa mencapai negara dengan pendapatan tinggi (high income country). Untuk itu pemerintah dinilai bisa memindahkan fokus pembangunan dari Jawa menjadi kawasan Indonesia Timur karena potensinya yang masih sangat besar.

“Kalau mungkin kita di lima atau enam persen, tapi kalau kita ingin di tujuh atau delapan persen kan berarti harus ektra effort. Nah, kalau saya melihat bahwa potensi Indonesia Timur itu masih tinggi, nah itu yang harus digenjot karena kalau di Jawa sendiri kan sudah agak stagnan ya. Pokoknya hal-hal yang bisa meningkatlah di luar kebiasaan,” pungkasnya.

 

 

Sumber: beritasatu.com

Spread the love
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Need Help?