Menepis Isu Miring soal Daging

PQ News
Rate this post

Pemberitaan soal daging tak pernah surut. Di saat pemerintah, melalui Perum Bulog, sibuk menurunkan harga daging di pasaran melalui operasi pasar (OP), kini muncul hiruk-pikuk dan kehebohan di masyarakat seputar daging beku yang diimpor Bulog. Ada sejumlah isu yang berembus. Isu halal, terpapar bakteri, dan mengandung hormon mengakibatkan daging Bulog ditolak pasar. Tak karuan, pemerintah justru kini harus disibukkan meng-counter isu-isu tersebut.

Padahal, pemerintah telah mengawasi dengan ketat pemasukan daging impor yang dilakukan Bulog. Daging beku itu juga mendapat perlakuan karantina yang sama dengan daging yang diimpor oleh importir hotel, restoran, dan katering (horeka). Pemerintah berdalih, daging impor tersebut sudah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis, layak dikonsumsi, sehat, dan lebih murah. Tindakan karantina terhadap daging sapi yang diimpor oleh Bulog dilakukan di tempat pemasukan daging sapi tersebut, yakni di Bandara Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok.

Daging impor itu pun diperiksa kelengkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen persyaratannya, termasuk sertifikat kesehatan dan halal. Konfirmasi sertifikat halal oleh lembaga sertifikasi halal juga telah diakui oleh
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

Tidak hanya itu, Badan Karantina pun melakukan pemeriksaan fisik terhadap kesesuaian kemasan, isi, dan label. Pemeriksaan kesehatan daging impor dari aspek hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan keamanan pangan melalui pemeriksaan organoleptik (warna, bau, konsistensi, dan keasaman). Badan Karantina juga memeriksa residu, termasuk hormon, dan cemaran berbahaya secara berkala dan pemonitoran.

Keterlibatan Bulog dalam urusan impor ini karena terjadi ketidakseimbangan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand) yang mengakibatkan melonjaknya harga daging di pasaran. Harga daging terus bergerak naik sejak Lebaran tahun lalu. Pada 2012, harga daging rata-rata di pasaran Rp 76.000 per kilogram. Sedangkan tahun ini, sejumlah pihak memperkirakan harganya akan mencapai rata-rata di atas Rp 100.000 per kilogram.

Untuk menekan harga daging di pasaran, pemerintah menggelar operasi pasar sejak 20 Juli lalu hingga sehari menjelang Idul Fitri pekan depan. Melalui operasi pasar, pemerintah menargetkan harga turun sampai Rp 76.000 per kilogram pada dua hari menjelang Lebaran dari saat ini rata-rata masih di atas Rp 100.000 per kilogram.

Lewat Perum Bulog, pemerintah menggelontorkan sekitar 57 ton daging sapi asal Australia ke pasar. Bulog akan mengimpor total 3.000 ton lagi. Daging impor dilepas seharga Rp 75.000-85.000 per kilogram. Pemerintah tidak sendirian. Operasi pasar juga dilakukan kelompok usaha besar dengan menjual daging murah, di bawah harga yang ditawarkan Perum Bulog.

Selain daging, pemerintah juga mengimpor sapi siap potong. Dijadwalkan akan tiba 1.500 ekor sapi siap potong di Pelabuhan Tanjung Priok. Pemerintah juga berupaya mempercepat realisasi impor sapi bakalan tahun ini. Yang seharusnya masuk pada kuartal ketiga dipercepat menjadi kuartal kedua, dan yang seharusnya masuk pada kuartal keempat dipercepat menjadi kuartal ketiga.

Kita memahami langkah pemerintah mengimpor daging dan sapi potong, yakni untuk menekan harga daging yang makin menggila. Selama minimnya pasokan daging di dalam negeri, impor tidak bisa dihindari. Namun, kita berharap impor hanyalah solusi instan untuk jangka pendek. Dalam jangka panjang, jangan lagi tergantung pada impor. Kita mendorong pemerintah tetap menjalankan program swasembada daging. Pemerintah harus lebih serius lagi mengejar target swasembada daging demi mamajukan usaha peternakan lokal. Produksi sapi lokal harus terus ditingkatkan. Dengan swasembada, harga daging akan stabil karena pasokannya terjamin. Akhirnya, konsumen akan diuntungkan. Konsumen tidak lagi dipusingkan oleh harga daging yang terus melonjak yang pada akhirnya menguras kantong mereka.

Sebagai langkah alternatif dan solutif, kita mendukung rencana perusahaan swasta nasional ataupun BUMN yang ingin memiliki peternakan di Australia. Alasannya jelas, biaya peternakan sapi hingga produksi daging di Austalia lebih murah dibandingkan di Indonesia. Menurut data yang ada, biaya produksi daging di Negeri Kanguru itu hanya sekitar US$ 100 per ekor sapi. Tidak ada salahnya jika pemerintah memberi insentif kepada perusahaan yang ingin mewujudkan rencana tersebut.

Namun, terkait daging impor yang dilakukan Bulog, saat ini, pemerintah jangan sampai menutup telinga terhadap nada pesimistik yang santer terdengar di kalangan pedagang yang mengeluhkan kualitas daging impor kurang bagus. Adalah tugas pemerintah untuk meredam semua isu seputar daging impor. Kita berharap pemerintah berhasil meyakinkan masyarakat bahwa daging impor layak dikonsumsi dan halal. Jika kampanye ini gagal, semua usaha yang sudah ditempuh oleh pemerintah akan sia-sia. Harga daging pun tak akan turun seperti yang diinginkan, dan ujung-ujungnya sesama pejabat pemerintah akan saling tuding dan menyalahkan.

 

http://www.beritasatu.com

 

Spread the love
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Need Help?