DIRUT PELINDO II Jamin Operasional JICT Aman dan Normal

Rate this post

PT Pelindo II/IPC menjamin kegiatan pelayanan di terminal peti kemas internasional (JICT & TPK Koja) tetap berjalan normal meskipun ada aksi demo pekerja JICT, yang menolak perpanjangan konsesi pengelolaan JICT oleh HPH dan Pelindo II.

Dirut Pelindo II/IPC RJ.Lino mengatakan, customer/pengguna jasa pelabuhan mesti tetap dijaga dengan pelayanan prima di pelabuhan.

Bahkan, kata dia, jika SP-JICT melanjutkan aksi demo itu dengan mogok kerja pihaknya akan mengambil tindakkan tegas.

“Saya sudah bicara dengan HPH untuk mendatangkan 30 SDM yang ahli di pelabuhan untuk antisipasi kegiatan operasional di JICT kalau terjadi mogok kerja. Jadi saya jamin operasional JICT tetap aman dan normal,” ujarnya saat dikonfirmasi Bisnis, hari ini, Kamis (7/8).

Lino mengatakan, tuntutan SP-JICT dinilai tidak realistis sebab Pelindo II/IPC akan menjadi mayoritas pemegang saham dalam pengelolaan di JICT pasca perpanjangan pengelolaan (konsesi) terminal peti kemas itu.

“Justru saya ini melangkah (semangatnya) untuk kepentingan nasional, saya ingin membalikkan posisi dari yang tadinya saham minoritas menjadi mayoritas di JICT. Loh kok di dipersoalkan? Saya melihat ada pihak-pihak di SP-JICT ini yang nakal mencoba mendongkel saya,” paparnya.

Lino mengatakan, proses perpanjangan pengelolaan JICT ke depan dilakukan secara transparan dan telah diketahui Pemerintah.

“Kesejahteraan pekerja JICT juga sudah sangat baik selama ini,” paparnya.

PT Pelindo II/IPC dan Hutchison Port Holding (HPH) menandatangani amandemen kerjasama usaha pengelolaan JICT dan Koja pada Selasa (5/8) di Jakarta.

Dengan amandemen ini HPH mendapat perpanjangan waktu mengelola JICT dan Koja hingga tahun 2039, pada kontrak sebelumnya, akan berakhir pada 2019, sedangkan IPC mendapat US$250 juta dan US$10 juta setiap bulan.

Komposisi kepemilikan saham yang dimiliki IPC dan HPH berubah menjadi IPC 51% dan HPH 49%, juga HPH akan mengembalikan pengelolaan terminal II JICT kepada IPC.

DIALOG

Sementara itu, pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Priok mendesak dilakukan dialog menyusul perbedaan konsep pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) antara pemegang saham dan pekerja di terminal peti kemas tersibuk di Indonesia itu.

Ketua bidang kepabeanan dan perdagangan ekspor impor Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Widijanto mengatakan sebaiknya dicarikan jalan tengah.

Dengan begitu tidak ada gejolak yang lebih besar di kalangan pekerja pelabuhan terkait penolakan perpanjangan konsesi pengelolaan JICT oleh HPH dan Pelindo II.

“Jangan sampai ada aksi-aksi lanjutan penolakan sebab akan berdampak pada pelayanan di terminal peti kemas. Nanti ujung-ujungnya masyarakat dan ekonomi nasional yang rugi,” ujarnya kepada Bisnis, saat dimintai komentar atas adanya aksi protes ratusan pekerja JICT, hari ini.

Widijanto mengatakan, pelaku usaha berharap kinerja JICT bisa tetap dipertahankan dalam percepatan bongkar muat ekspor impor yang sudah dilakukan selama ini.

“Kami cuma ingin percepatan bongkar muat di pelabuhan,”paparnya.

Widijanto mengatakan, jika ada persoalan internal terkait pengelolaan JICT di masa mendang, agar pihak-pihak terkait bisa duduk bersama untuk melakukan dialog terlebih dahulu.

Ketua Serikat Pekerja JICT Muji Wahyudi mengatakan, kehadiran investor asing tidak diperlukan mengingat kinerja terminal terbesar dan paling efisien di Indonesia itu dihasilkan berkat kompetensi dan kerja keras anak bangsa atau karyawan JICT sendiri.

“JICT merupakan aset emas nasional dan harus dimiliki oleh bangsa Indonesia tanpa melibatkan kepemilikan asing,”ujarnya.

Muji menyayangkan sikap Pelindo II yang seharusnya menjadi pionir dalam mewujudkan visi negara yang mengamanatkan cabang-cabang produksi penting harus dikuasai oleh negara.

“Dalam 5 tahun ke depan, JICT akan dikembalikan sepenuhnya kepada negara. Kami melihat perpanjangan konsesi ini dilakukan terburu-buru,” papar Muji.

Nilai investasi perpanjangan konsesi JICT tahun 2014 hanya sebesar US$ 200 juta. Padahal ketika awal privatisasi di tahun 1999 nilai investasi mencapai US$ 243 juta. Apalagi nilai aset JICT sudah berkembang pesat sehingga hal ini berpotensi merugikan negara.

“Dari data perhitungan yang dilakukan Pelindo II melalui konsultan asing, perseroan berharap mendapatkan pembayaran investasi US$ 200 juta dan rental fee US$ 85 juta per tahun dengan perpanjangan konsesi ini. Sementara pendapatan JICT tahun 2014 dengan kapasitas produksi 2,4 juta TEUs mencapai US$ 280 juta. Jika Pelindo II memiliki saham JICT 100% tentunya keuntungan yang didapat bisa lebih dari itu,” ujarnya.

“Berdasarkan fakta-fakta tersebut SP JICT meminta rencana perpanjangan konsesi dibatalkan. Sikap Serikat Pekerja JICT semata-mata untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia,” ujar Muji.

 

 

 

Sumber: industri.bisnis.com

Spread the love
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Oh no...This form doesn't exist. Head back to the manage forms page and select a different form.
Need Help?